Minggu, 11 Juli 2010

Warga Desa Kanamit Ancam PT MKM

Harian Umum Tabengan,

PULANG PISAU:

Polemik sengketa lahan antara masyarakat Desa Kanamit dan PT Menteng Kecana Mas (MKM) sampai saat ini belum menemukan titik terang.

Sebelumnya masyarakat melakukan aksi menduduki lahan PT MKM yang berada di Desa Kenamit tujuannya untuk meminta ganti rugi kepada pihak perusahaan.

Perwakilan masyarakat Dehen Ungie, belum lama ini mengatakan, setelah mengadakan aksi itu hingga kini pihak perusahaan belum ada itikat baik untuk menyelesaikan masalah ganti rugi tanah tersebut. Oleh sebab itu ia bersama seluruh pemilik lahan meminta kepada perusahaan untuk mengosongkan lahan termasuk juga sarana yang dimiliki oleh pihak perusahaan.

“Kami memberi satu minggu sejak surat yang kami tembuskan kepada Bupati Pulpis maupun Gubernur Kalteng dan jika sampai 12 Juli 2010 ini, perusahaan belum juga mengindahkan surat pemberitahuan itu, kami selaku pemilik lahan atau pemilik tanah tidak bertanggung jawab jika terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan,” tegas Dehen.

Minggu, 23 Mei 2010

Kalteng Berharap Penetapan Wilayah KPH Selesai 2011

Palangka Raya (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berharap penetapan wilayah kesatuan pengelolaan hutan (KPH) daerah setempat bisa selesai pada tahun 2011 sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

"Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan," kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, di Palangka Raya, Sabtu.

Pihaknya mengharapkan Dinas Kehutanan Pemprov Kalteng dapat bekerja semaksimal mungkin serta secepatnya dapat mewujudkan apa yang menjadi amanat PP tersebut.

Ia mengakui bahwa persoalan tata ruang atau peruntukan kawasan hutan di Kalteng masih belum ditetapkan oleh pemerintah pusat, namun pemprov juga harus berusaha untuk memenuhi kewajiban pembentukan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sesuai dengan PP yang ada.

"Kami sebelumnya telah melakukan kerja sama dengan pihak Kemitraan bagi pembaruan tata pemerintahan untuk melakukan kegiatan konsultasi publik dengan para pegawai yang mengurusi masalah kehutanan di kabupaten/kota, terkait penyusunan rancang bangun KPH tersebut," ucap Teras.

Menurut dia, penyusunan rancang bangun KPH itu adalah merupakan tanggung jawab Pemprov Kalteng dengan pertimbangan bupati atau wali kota dalam pelaksanaannya.

Oleh karena itu, draf rancang bangun KPH yang telah disiapkan oleh Pemprov Kalteng itu perlu dikonsultasikan kepada publik agar mendapat masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan sebelum disampaikan kepada pihak Menteri Kehutanan.

Sementara itu, Kepala Program Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kemitraan bagi pembaruan tata pemerintahan Avi Mahaningtyas mengungkapkan, konsultasi publik dalam penyusunan rancang bangun KPH itu yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu merupakan salah satu perangkat penting.

"Konsultasi publik itu penting dilakukan karena, meningkatkan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyusunan peraturan," jelas Avi.

Selain itu, Avi juga mengharapkan, dengan telah dilakukannya acara konsultasi publik tersebut, maka KPH yang ada di Kalteng dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan PP yang ada, dan bisa berdampak pada pengurangan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja serta mengupayakan keberlanjutan lingkungan hidup.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Jakarta, 28 Agustus 2003
Nomor : 110-2111
Sifat : Segera
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Keputusan Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2003
KEPADA YTH.
SDR. BUPATI / WALIKOTA
DI -
SELURUH INDONESIA


Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan pada tanggal
31 Mei 2003, bersama ini kami sampaikan Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan
Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah
Kabupaten/ Kota, dengan penjelasan sebagai berikut :
Sesuai Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003, norma dan standar
mekanisme ketatalaksanaan kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota terdiri atas :
pemberian ijin lokasi;
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
penyelesaian sengketa tanah garapan;
penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk kegiatan
pembangunan;
penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee;
penetapan dan penyelesaian tanah ulayat;
pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah koson
pemberian ijin membuka tanah;
perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/ kota.

Untuk tercapainya kesatuan pemahaman dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya
persamaan persepsi terhadap beberapa pengertian yang berkaitan dengan kegiatan :

Pemberian ijin lokasi :
Ijin lokasi adalah ijin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah
yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin
pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
pcnanaman modal.
Perusahaan adalah perseorangan atau badan hukum yang telah memperoleh ijin untuk
melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
Penanaman modal adalah usaha menanamkan modal yang menggunakan maupun tidak
menggunakan fasilitas penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri.

Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan :
Kepentingan umum adalah kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
berfungsi melayani dan memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.

Pengadaan Tanah adalah kegiatan untuk memperoleh tanah baik dengan cara
memberikan ganti kerugian maupun tanpa memberikan ganti kerugian (penyerahan
secara sukarela).

Instansi Pemerintah adalah Lembaga Tinggi Negara, Kementerian Negara,
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah.

Pembangunan untuk kepentingan umum adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan
dan dimiliki Pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan, antara
lain dalam bidang :
jalan umum, saluran pembuangan air;
waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
pelabuhan atau bandar udara atau terminal;
peribadatan;
pendidikan atau sekolahan;
pasar umum atau pasar Inpres;
fasilitas pemakaman umum;
fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya
banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
pos dan telekomunikasi;
sarana olahraga;
stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya;
kantor Pemerintah;
fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain tersebut di atas, ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.

Penyelesaian sengketa tanah garapan :
Tanah garapan adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan
sesuatu hak yang dikerjakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan
persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu
tertentu.
Sengketa tanah garapan adalah pertikaian ataupun perbedaan kepentingan dari dua
pihak atau lebih atas tanah garapan.

Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk kegiatan
pembangunan :

Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman
dan/ atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah akibat pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah, dalam bentuk uang, tanah pengganti, pemukiman
kembali, gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian tersebut atau bentuk
lain.

Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee :
Tanah kelebihan maksimum adalah tanah pertanian yang luasnya melebihi ketentuan
batas luas maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 56
Prp Tahun 1960.
Tanah absentee adalah tanah pertanian dimana pemiliknya berdomisili di luar
kecamatan letak tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961.
Penetapan objek redistribusi adalah penetapan tanah kelebihan maksimum dan tanah
absentee menjadi tanah objek landreform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.
Penetapan subjek redistribusi adalah penetapan orang yang mempunyai tanah
pertanian yang terkena ketentuan kelebihan maksimum dan absentee.
Penetapan penerima redistribusi adalah penctapan petani penerima tanah objek
landreform yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee dan memenuhi
syarat ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun l961.
Panitia Pertimbangan Landreform adalah panitia yang bertugas memberikan saran
dan pertimbangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan landreform.

Penetapan dan penyelesaian tanah ulayat :
Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat adalah kewenangan yang
menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari
sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup
dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah
yang bersangkutan.
Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu
masyarakat hukum adat tertentu.
Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong :

Tanah kosong adalah :
tanah yang dikuasai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak
pakai;
tanah hak pengelolaan, atau
tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya, tetapi belum diperoleh hak atas
tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
sebagainya;

yang belum dipergunakan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian haknya atau
Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku.

Pemberian ijin membuka tanah :

Ijin membuka tanah adalah ijin yang diberikan kepada seseorang untuk mengambil
manfaat dan mempergunakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Perencanaan penggunaan Tanah wilayah kabupaten/kota :
Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten / kota adalah pelaksanaan dan
penetapan letak tepat rencana kegiatan pembangunan yang telah jelas anggarannya
baik oleh Pemerintah, swasta maupun perorangan yang akan membutuhkan tanah di
wilayah kabupaten/ kota tersebut berdasarkan data dan informasi Pola
Penatagunaan Tanah yang sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah.
Pola Penatagunaan Tanah adalah informasi mengenai keadaan penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) sesuai dengan fungsi kawasan yang
disiapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
Azas perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten / kota adalah terbuka untuk
umum, mendahulukan kepentingan umum dan kemampuan tanah serta daya dukung
lingkungan.

Demikian untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL


Prof. Ir.LUTFI I. NASOETION, MSc., Ph.D
NIP. 130367083


Tembusan : disampaikan kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia.
Menteri Kabinet Gotong Royong.
Kepala/Ketua Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Gubernur di seluruh Indonesia.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi di seluruh Indonesia.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.


======

TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI PMA/PMDN

Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor : 2 Tahun 2003
Tanggal : 28-08-2003

A. PEMBERIAN IJIN LOKASI NO NORMA STANDARD MEKANISME KETATALAKSANAAN KUALITAS
PRODUK KUALITAS
SDM
1 2 3 4 5
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) I. PERSIAPAN :
Menerima dan memeriksa kelengkapan berkas permohonanan
Mengkompilasikan bahan koordinasi yang berisi antara lain :
Rencana pembangunan daerah seperti Propeda, rencana tata ruang
Peta-peta penatagunaan tanah dari Kantor Pertanahan setempat
II. PELAKSANAAN :
Melaksanakan rapat koordinasi dipimpin oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk dengan melibatkan instansi terkait dan peran serta masyarakat dengan
memperhatikan :
Kemampuan permohonan berkaitan dengan luas tanah yang dimohonkan yang ditinjau
dari permodalan, tenaga ahli, manajemen dan lain-lain.
Batas luas maksimum tanah yang akan dimohonkan ijin lokasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 2 Tahun 1999).
Ketentuan mengenai tanah-tanah yang tidak diperlukan izin lokasi sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999).
Pencegahan konversi sawah irigasi teknis.
Kawasan-kawasan yang dilindungi seperti hutan lindung, situs budaya dan
lain-lain.
Ketersediaan tanah dan kepertingan masyarakat setempat dan sekitarnya.

Melaksanakan peninjauan lokasi masyarakat setempat dan sekitarnya
Menyiapkan Berita Acara Koordinasi yang berisi Pertimbangan Teknis Penatagunaan
Tanah dan pertimbangan Teknis instansi terkait.
Membuat peta sebagai lampiran Surat Keputusan Izin Lokasi.
Menerbitkan Surat Keputusan Izin Lokasi.
Dalam hal permohonan izin lokasi dikabulkan, maka Surat Keputusan Izin Lokasi
tersebut harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Masa berlaku Izin Lokasi.
Izin Lokasi tidak menghapuskan hak keperdataan masyarakat
Izin Lokasi tidak boleh dialihkan dan diperjualbelikan sehingga merubah sifat
dan tujuan pemberian Izin Lokasi.
Dilarang membebaskan tanah di luar areal Izin Lokasi.
Mengajukan permohonan hak atas tanah yang telah diperolah
Izin Lokasi Bukan merupakan alas hak atas tanah
Izin Lokasi bukan merupakan izin membuka tanah
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Izin Lokasi dengan
mengefektifkan Tim Pengawasan dan Pengendalian Pengadaan/Pemebbasa n Tanah (Tim
WASDAL)

III. PELAPORAN
Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan penerbitan izin Lokasi dan realisasi
Pemerintah cq. Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi setempat.

On May 19, 2010, at 11:00 AM, Nordin wrote:

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA KEPALA BADAN PERTANAHAN

NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI PMA/PMDN

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan ketentuan
mengenai keharusan diperolehnya Izin Lokasi sebelum suatu perusahaan memperoleh
tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya;
b. bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut pada dasarnya merupakan pengarahan
lokasi penanaman modal sebagai pelaksanaan penataan ruang dalam aspek
pertanahannya;
c. bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut telah diperluas sehingga meliputi juga
izin untuk memperoleh tanah untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan
penanaman modal;
d. bahwa untuk menjamin terlaksananya maksud Izin Lokasi sebagaimana dimaksud di
atas, perlu mengembalikan fungsi Izin Lokasi tersebut dan membatasinya untuk
keperluan penanaman modal dengan menetapkan ketentuan umum mengenai Izin Lokasi
dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Mengingat:

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970;
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970;
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pemerintahan di Daerah;
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
8. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
9. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998;
10. Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara.
11. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Kabinet Reformasi
Pembangunan;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
TENTANG IZIN LOKASI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh
tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai
izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
penanaman modalnya.
2. Perusahaan adalah perseorangan atau badan hukum yang telah memperoleh izin
untuk melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian sahamnya
dimiliki oleh orang atau badan hukum yang sama baik secara langsung maupun
melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa,
sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.
4. Penanaman modal adalah usaha menanamkan modal yang menggunakan maupun yang
tidak menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor
12 Tahun 1970.
5. Hak atas tanah adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal
16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
6. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya .


Pasal 2

(1) Setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib
mempunyai Izin Lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan
rencana penanaman modal yang bersangkutan, kecuali dalam hal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2);
(2) Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap dipunyai oleh perusahaan yang
bersangkutan dalam hal:
a. tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (in-breng) dari para pemegang
saham,
b. tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan
lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana
penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh
persetujuan dari instansi yang berwenang,
c. tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri
dalam suatu Kawasan Industri,
d. tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara
pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan
tersebut,
e. tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah
berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai
ketentuan yang berlaku, sedangkan letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi
usaha yang bersangkutan,
f. tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih
dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari
10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) untuk usaha bukan pertanian, atau
g. tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal
adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan
ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan
rencana penanaman modal yang bersangkutan.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2). perusahaan yang bersangkutan
memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan tanah yang
bersangkutan kepada Kantor Pertanahan.


BAB II

TANAH YANG DAPAT DITUNJUK DENGAN IZIN LOKASI

Pasal 3
Tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah tanah yang menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan
rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut
persetujuan penanaman modal yang dipunyainya.


Pasal 4

(1) Izin Lokasi dapat diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapat
persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah
dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan
seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut
dan perusahaan-perusaha an lain yang merupakan suatu group perusahaan dengannya
tidak lebih dari luasan sebagai berikut:
a. Untuk usaha pengembangan perumahan dan pemukiman:
1) Kawasan perumahan pemukiman:
1 propinsi 400 Ha
Seluruh Indonesia: 4.000 Ha
2) Kawasan resort perhotelan:
1 propinsi 200 Ha
Seluruh Indonesia: 2.000 Ha
b. Untuk Usaha Kawasan Industri:
1 Propinsi 400 Ha
Seluruh Indonesia 4.000 Ha
c. Untuk Usaha Perkebunan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar dengan
diberikan Hak Guna Usaha:
1) Komoditas tebu:
1 Propinsi: 60.000 Ha
Seluruh Indonesia: 150.000 Ha
2) Komoditas lainnya:
1 Propinsi: 20.000 Ha
Seluruh Indonesia: 100.000 Ha
d. Untuk Usaha Tambak:
1) Di P. Jawa:
1 Propinsi 100 Ha
Seluruh Jawa 1.000 Ha
2) Di luar P. Jawa
1 Propinsi 200 Ha
Seluruh Luar Jawa: 2000 Ha
(2) Khusus untuk Propinsi Daerah Tingkat t Irian Jaya maksimum luas penguasaan
tanah adalah dua kali maksimum luas penguasaan tanah untuk satu Propinsi di luar
Jawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(3) Untuk keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi
perusahaan pemohon wajib menyampaikan pernyataan tertulis mengenai luas tanah
yang sudah dikuasai olehnya dan perusahaan-perusaha an lain yang merupakan satu
group dengannya.
(4) Ketentuan di dalam pasal ini tidak berlaku untuk
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan
Badan Usaha Milik Daerah
b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Negara,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
c. Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
masyarakat dalam rangka "go public".


BAB III

JANGKA WAKTU IZIN LOKASI

Pasal 5

(1) Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:
a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha: 1 (satu) tahun;
b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha: 2 (dua) tahun;
c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha: 3 (tiga) tahun.
(2) Perolehan tanah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka
waktu lain Lokasi.
(3) Apabila dalam jangka waktu Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
perolehan tanah belum selesai, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka
waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih
dari 50%o dan luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi apabila perolehan tanah
tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi, termasuk
perpanjangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka perolehan
tanah tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang Izin Lokasi dan terhadap
bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian
mengenai luas pembangunan dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat
dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu
kesatuan bidang;
b. dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat.



BAB IV

TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

Pasal 6

(1) Izin Lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan
tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan
tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah serta
kemampuan tanah.
(2) Surat keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh
Bupati/Walikotamady a atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur
Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antar
instansi terkait, yang dipimpin olah Bupati/Walikotamady a atau untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau
oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya.
(3) Bahan-bahan untuk keperluan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersiapkan oleh Kepala
Kantor Pertanahan.
(4) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai konsultasi
dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.
(5) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi aspek sebagai
berikut:
a. Penyebarluasan informasi, mengenai rencana penanaman modal yang akan
dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta
penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut;
b. Pembebasan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh
penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan
masalah yang ditemui;
c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data sosial
dan lingkungan yang diperlukan;
d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya
ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan Izin Lokasi.


Pasal 7

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Lokasi ditetapkan
oleh Bupati/Walikotamady a atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Sebelum ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pemberian
Izin Lokasi dilaksanakan menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak
Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal dan ketentuan pelaksanaannya dengan
penyesuaian seperlunya dengan ketentuan dalam peraturan ini.


BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN LOKASI

Pasal 8

(1) Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal Izin
Lokasi hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang
hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli
pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2) Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi
sesuai ketentuan pada ayat (1), maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang
sudah ada atas tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui,
termasuk kewenanganyang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah
untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat) dan kewenangan untuk menggunakan
dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana
tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak
lain.
(3) Pemegang Izin Lokasi wajib menghormati kepentingan pihak-pihak lain atas
tanah yang belum dibebaskan sebagaimana dimaksud peda ayat (1), tidak menutup
atau mengurangi aksesibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi, dan
menjaga serta melindungi kepentingan umum
(4) Sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan kepentingan pihak
lain, maka kepada pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang
memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan
keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.

Pasal 9

Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk melaporkan secara berkala setiap 3
(tiga) bulan kepada Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah
dilaksanakannya berdasarkan Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah
tersebut.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10

Izin Lokasi yang sudah dikeluarkan sebelum berlakunya peraturan ini tetap
berlaku sampai jangka waktunya habis, areal yang melebihi luas tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka Izin Lokasi itu hanya dapat
dilaksanakan sesudah berlakunya peraturan ini untuk luas areal yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 4 tersebut.

Pasal 11

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Februari 1999

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

ttd.



HASAN BASRI DURIN

70 Persen Perkebunan Sawit Kalbar Milik Malaysia

Pontianak (ANTARA News) - Lembaga Sawit Watch mencatat sekitar 70 persen perkebunan sawit di Provinsi Kalimantan Barat milik investor dari Malaysia.

Kepala Departemen Kampanye dan Pendidikan Publik Sawit Watch Jefri Gideon Saragih, di Pontianak, Rabu, mengatakan investor Malaysia mulai masuk tahun 1999 - 2001 dengan membeli 23 eks kebun sawit milik Salim Group seluas 256 ribu hektare di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi senilai Rp3 triliun.

Ia menjelaskan, ada tiga perusahaan besar milik Malaysia yang menanamkan modalnya di bidang perluasan kebun sawit di Kalbar, yakni Sime Darby, Wilmar, dan Cargil.

"Sungguh ironis kalau hal itu dibiarkan, karena negara tetangga yang akan lebih banyak menikmati hasil produksi CPO (Crude Palm Oil)," katanya.

Menurut data Sawit Watch, luas perkebunan sawit di Indonesia sekitar 9 juta hektare, dikuasai petani sekitar 36 persen, swasta nasional dan asing 43 persen, dan sisanya milik Badan Usaha Milik Negara.

Total produksi CPO pertahun 21,3 juta ton dengan menampung tenaga kerja sekitar 5 juta orang dengan keuntungan negara sekitar 9,12 miliar dolar AS/tahun.

Indonesia dan Malaysia menguasai 80 persen dari sekitar 50 juta ton produksi CPO dunia, kata Jefri.

Jumat, 07 Mei 2010

Walhi Desak Pengusutan Alih Fungsi Hutan


Jum'at 7 Mei 2010
PALANGKARAYA, JUMAT - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng menilai, proses alihfungsi kawasan hutan di Kalteng banyak yang tidak prosedural.

Karena itu Walhi mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut masalah tersebut.

Seperti diketahui, alihfungsi kawasan hutan untuk perkebunan harus mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari menteri kehutanan, sedangkan alihfungsi hutan untuk pertambangan harus mendapatkan izin pinjam pakai, juga dari menteri kehutanan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Arie Rompas mengatakan, banyak alihfungsi hutan yang tidak mengantongi izin dari menteri kehutanan.

Hal itu jelas melanggar aturan hukum sehingga harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Walhi mengaku memiliki data terkait masalah tersebut.

Aroma Korupsi Hutan di Seruyan - Sejumlah Perusahaan Dimiliki Keluarga Bupati

Sabtu , 08 Mei 2010
Carut marut pengelolaan hutan bagi investasi tambang dan perkebunan hampir terjadi di seluruh daerah di Kalteng. Namun, masing-masing kabupaten memiliki karakteristik dan kadar pelanggaran.

Pelanggaran penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan paling mencolok terjadi di Kabupaten Barito Utara (Barut). Sementara Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Seruyan kencang menggunakan kawasan hutan bagi kegiatan perkebunan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas kepada Tabengan, Jumat (7/5), menyebutkan, Kabupaten Seruyan hingga tahun 2008 telah mengeluarkan izin seluas 598.815ha dari 43 izin perkebunan besar swasta (PBS).

Dari jumlah tersebut, yang sudah melakukan aktivitas perkebunan (opersional) hanya 17 PBS dengan luas 205.602ha dan yang sudah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan baru tujuh PBS dengan luas 91.991ha. Sisanya belum memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut, tetapi sudah melakukan aktivitas, melanggar UU Kehutanan dan UU Lingkungan Hidup.

Menurut Rio, sapaan Arie Rompas, dugaan pelangaran itu terjadi sejak Februari 2004 hingga akhir 2005 dengan adanya upaya memberikan izin perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas seluas 346.188ha atau 274.188ha berada dalam kawasan hutan produksi, 72.000ha dalam kawasan hutan produksi terbatas.

Izin itu dikeluarkan kepada 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan diduga 16 di antaranya merupakan milik keluarga dan kroni Bupati Seruyan Darwan Ali.

Selain itu, Darwan juga diduga telah memberikan izin kepada tiga perkebunan kelapa sawit masuk ke dalam kawasan hutan produksi (HP) yang sebagian wilayahnya masuk dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) berdasarkan surat BPKH Wilayah V Kalsel dan diperkuat surat Menhut MS Ka’ban yang kemudian meminta kepada Bupati Seruyan agar mencabut izin lokasi Kharisma Unggul Centralmata Cemerlang (KUCC).

Anehnya, hanya sekitar dua minggu berselang, Menhut justru menyatakan lokasi tersebut masuk di kawasan hutan produksi yang kemudian mengeluarkan izin pelepasan untuk KUCC. Padahal, kawasan TNTP itu belum diubah sebagai kawasan hutan produksi yang bisa dikonversi (HPK). Perubahan sikap Menhut ini menunjukkan indikasi adanya permainan untuk mendapatkan keuntungan.

Tindakan itu, kata Rio, dikategorikan menyalahi kewenangan dan memperkaya diri sendiri atau keluarga. Melanggar Surat Menteri Kehutanan No. S.590/Menhut‐VII/2005 tanggal 10 Oktober 2005 tentang kegiatan usaha perkebunan serta Surat Menteri Kehutanan No. S.255/Menhut‐II/07 tanggal 13 April 2007 tentang pemanfaatan Areal Kawasan Hutan.

Dalam surat itu, Menhut menyatakan agar Bupati Seruyan tidak memberikan izin kepada 23 perusahaan perkebunan tersebut untuk melakukan aktivitas di lapangan sebelum ada Keputusan Menhut yang didasarkan atas penelitian terpadu dan tidak melakukan proses pengukuran kadastral/perolehan hak atas tanah (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum ada SK pelepasan dari Menteri Kehutanan, akibat dari penerbitan SK.

Bupati Seruyan setidak-tidaknya telah menimbulkan kerugian bagi Negara dalam bentuk hilangnya potensi penghasilan negara atau daerah dari hasil hutan, merusak ekosistem dan lingkungan, merugikan negara karena negara harus melakukan reboisasi dan penghijauan hutan. Atas fakta ini, Walhi menduga Darwan Ali telah menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri dan dapat merugikan keuangan Negara.

Senada dengan Arie, Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB) Nordin menduga Darwan Ali melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri atau kerabat ataupun orang lain dalam kasus pemberian izin perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan di Seruyan.

Bahkan Nordin menyebutkan, untuk satu izin perusahaan kelapa sawit yang dimiliki keluarga dan kroni Darwan Ali dijual ke pengusaha asal Malaysia dengan nilai mencapai Rp300 miliar hingga Rp500 miliar.

Nordin menyebutkan data yang sama, dari 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, 16 perusahaan di antaranya milik keluarga Darwan Ali. Contohnya, PT GBSM di Desa Empa, Tanjung Baru, Jahitan dan Muara Dua, Kecamatan Seruyan Hilir, Seruyan, izin lokasinya berdasarkan SK Bupati No. 147 Tahun 2004 menyebutkan alamat perusahaan itu di Jalan Tidar I No 1, Sampit, yang merupakan rumah anak dari Darwan Ali di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.

Kemudian, PT Eka Kaharap Itah, Direktur Utamanya--sampai tahun 2003, sebelum dilantik menjadi Bupati adalah Darwan Ali sendiri--, PT Papadaan Uluh Itah, Komisaris Utamanya--sampai tahun 2003, sebelum dilantik sebagai Bupati Seruyan adalah Darwan--, PT Pukun Mandiri Lestari, direkturnya Sudjarwanto (orang kepercayaan/ bawahan Darwan Ali).

Selain itu, PT Bulau Sawit Bajenta, direkturnya Khaeruddin Hamdat (biasa dipanggil Daeang) adalah ajudan pribadi Darwan Ali, PT Alam Sawit Permai, pimpinannya H Banda (anak dari kakak kandung Darwan Ali), PT Banua Alam Subur, direkturnya H Darlen (kakak kandung Darwan Ali).

Hubungan Dengan Wilmar

Nordin memaparkan, Wilmar International Limited adalah perusahaan raksasa yang salah satu usahanya bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Di Kalteng, sejarah Wilmar sesungguhnya masih dapat dikatakan baru, kalau dilihat dari kepemilikan Wilmar secara langsung dalam penguasaan perkebunan kelapa sawit, sejak Wilmar mengambil alih keseluruhan kebun-kebun kelapa sawit milik PPB Oilpalm Bhd-Malaysia.

Perjalanan buruk perkebunan kelapa sawit Wilmar tidak bisa dipisahkan dari kerja-kerja awal yang dilakukan oleh PPB Oilpalm Bhd, karena pemindahtanganan dari PPB Oilpalm Bhd kepada Wilmar International Limited merupakan merger dan penggabungan modal saja. PPB Oilpalm Bhd sebelum merger dengan Wilmar telah memiliki 18 unit PBS di Kabupaten Seruyan dan Kotim dengan luas sekitar 288 ribu hektar

Nordin mengatakan, sebanyak 20 dari 50 izin perusahaan kelapa sawit yang telah dikeluarkan Pemkab Seruyan, hingga saat ini belum operasional karena terkendala izin pelepasan kawasan oleh Menhut yang belum keluar. Luas areal 50 izin perusahaan kelapa sawit tersebut diperkirakan mencapai 800 ribu hektar, sedangkan 30 perusahaan mencapai 250 ribu hektar. (str/anr)

Seluas 8.050 Hektare Hutan Kalimantan Tengah Akan Direhabilitasi

Kepala Perencanaan Pembangunan Hutan (Renbanghut), Regional Kalimantan, TB Unu Nitibaskara mengatakan, pada 2010 ini terdapat 8.050 hektar kawasan hutan Kalimantan Tengah (Kalteng) akan direhabilitasi.

"Di Kalteng pada tahun 2010 ini terdapat 8.050 hektar kawasan hutan yang akan direhabilitasi. Namun kawasan tersebut harus lebih dulu dipetakan secara baik, sehingga memudahkan monitoring dan pengawasan," katanya, kemarin.

Dinas Kehutanan seluruh Kalimantan yang bekerja dalam program rehabilitasi hutan, diminta tak hanya berdasarkan pada peta di atas kertas saja. Tetapi program rehabilitasi hutan yang diajukan kepada pemerintah, harus jelas lokasinya, sebab rehabilitasi kawasan hutan harus berbasis peta yang jelas.

“Selama ini katanya rehabilitasi hutan di kawasan Kalimantan belum terdeteksi dengan baik yang dikarenakan koordinat rehabilitasi yang diajukan pemerintah daerah masih belum lengkap. Namun tahun ini, program rehabilitasi hutan tersebut dipetakan sehingga lokasinya ada kejelasan," ujar Nitibaskara.

Setelah dilakukan rehabilitasi katanya, pihak Renbanghut Regional Kalimantan akan melakukan pengecekan ke lokasi kawasan hutan yang telah direhabilitasi itu.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, Anung Setiadi menyatakan, rehabilitasi hutan seluas 8.050 hektar akan dilakukan pada kawasan hutan Kabupaten Kotawaring Barat dan Kotawaringin Timur yang pendanaan sepenuhnya menggunakan APBN.

Sedangkan untuk pengadaan bibit, ditanggung oleh pemerintah daerah melalui APBD kabupaten/kota masing-masing dengan mengalokasikan dana sekitar Rp 600 juta bagi pengadaan bibit tersebut.

“Bibit tersebut dibagikan kepada masyarakat sehingga yang akan melakukan penanaman untuk rehabilitasi hutan juga dilakukan oleh masyarakat. Rehabilitasi hutan yang ada di Kalteng, tidak akan mampu kalau hanya dikerjakan sendiri oleh pemerintah, tetapi harus melibatkan pihak ketiga,” sebut Anung.

Seperti beberapa waktu lalu, rehabilitasi hutan di Kalteng dibantu oleh donatur dari Amerika dan Denmark yang melakukan penanaman kawasan hutan. Cara yang dilakukan pemerintah untuk melibatkan mitra kerja dalam rehabilitasi hutan, adalah dengan mempromosikan hutan.

Salah satunya mempromosikan dampak yang diakibatkan kalau tidak ada hutan sangat berbahaya untuk kehidupan masyarakat.

Kamis, 06 Mei 2010

Walhi Kalimantan Barat Meminta Agar Ekspansi Kebun Sawit Segera Dihentikan


Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat (Kalbar), Blasius Hendi Chandra menegaskan, sebaiknya pemerintah daerah di Kalimantan Barat menghentikan ekspansi perkebunan sawit. Luas lahan perkebunan yang saat ini mencapai hampir 600 ribu hektar dinilai sudah cukup luas.

“Sebaiknya perluasan dihentikan dulu dan lebih difokuskan bagaimana memperbaiki kualitas kebun yang sudah ada. Pemerintah sebaiknya lebih memprioritaskan pembenahan regulasi dan menuntaskan berbagai persoalan yang muncul terkait perkebunan sawit,” katanya di Hotel Kapuas Palace, kemarin.

Sebagai contoh disebutkan, dari hasil studi Walhi di Kabupaten Ketapang beberapa waktu lalu, sedikitnya ada 400 ribu hektar lahan perkebunan sawit yang seluruhnya atau sebagian tumpang tindih dengan kawasan hutan. Belum lagi persoalan sosial yang terjadi misalnya konflik tanah.

Sampai dengan akhir 2008, Walhi mencatat sedikitnya 20 kasus konflik tanah yang mengemuka di kabupaten ini. Selain itu, ada pula perusahaan yang selama beberapa bulan tidak membayar puluhan ribu warga (kasus Benua Indah Group). “Kasus-kasus yang terjadi sangat banyak. Sebaiknya itu dulu dibenahi. Jangan sampai nanti malah menambah persoalan,” ujar dia.

Pemerintah provinsi mencadangkan lahan untuk perkebunan sawit seluas 1,5 juta hektar pada 2025. Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Idwar Hanis sebelumnya mengakui ada perkembangan areal perkebunan sawit di provinsi ini mengalami lompatan yang cukup tinggi. Pada akhir 2008, luas areal perkebunan sawit hanya sekitar 480 ribu hektar. Tetapi pada akhir 2009 sudah melonjak menjadi sekitar 550 ribu hektar.

Menurut Idwar, pemerintah provinsi dalam hal ini hanya bersifat memantau pemanfaatan lahan bagi peruntukan komoditas-komoditas yang diunggulkan. Apabila salah satu kabupaten atau seluruhnya cenderung mengembangkan satu komoditas saja seperti sawit, pemprov akan memberikan peringatan dan pertimbangan teknis.

“Kita hanya ingin 2015 luas sawit hanya 1,5 juta hektar. Jadi, kalau izin yang dikeluarkan kelebihan, kita akan beri warning dan pertimbangan-pertimbangan teknis,” katanya.

Setiap lima tahun, pihaknya akan melakukan review terhadap perluasan perkebunan sawit. Pemprov tak bisa banyak menyampuri kebijakan masing-masing kabupaten. Pemprov hanya bisa memberikan koridor-koridor atau format tentang pengembangan perkebunan di kabupaten, seperti target luas arealnya serta bagaimana kesesuaiannya rencana makro. Selain itu, sudah ada juga perangkat aturan (sisi normatif) yang mesti dipatuhi misalnya tentang ruang-ruang dibolehkan untuk pengembangan perkebunan dan sebagainya.

Bos Sawit Serobot Lahan Transmigran

Bos perkebunan sawit PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP) diduga menyerobot lahan warga transmigran di Desa Panca Jaya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

"Lahan warga transmigrasi yang diserobot pada areal lahan usaha (LU) 2," kata Koordinator Warga Desa Panca Jaya, Kabupaten Seruyan, Darson Kamri di Palangkaraya, Rabu (21/4/2010).

Ia mengatakan, berdasarkan keputusan bersama tim yang turun ke lapangan pada Februari 2010 dipimpin oleh Kantet Sriwaluyo dari Pemkab Seruyan, terbukti bahwa lahan pada areal LU 2 yang kini ditanami kelapa sawit itu merupakan lahan untuk transmigran Desa Panca Jaya.

Untuk itulah, 28 warga desa tersebut mendatangi Pemrov Kalteng minta upaya penyelesaian sengketa lahan. Mereka menuntut pihak perusahaan mengembalikan lahan pada areal LU 2 dan membayar ganti rugi tanam tumbuh.

Ia mengatakan, lahan yang diserobot pihak perusahaan seluas 600 hektare merupakan lahan milik 300 keluarga yang masing-masing memiliki luas lahan dua hektare. "Kami sudah menjadi warga transmigran di wilayah itu sejak tahun 1999, sedangkan perusahaan masuk wilayah kami pada tahun 2003," katanya.

Akibatnya, warga transmigran tidak dapat mengelolanya menjadi lahan pertanian sehingga saat ini hanya mengelola lahan yang ada pada lahan pekarangan. Mereka sebagian berasal dari Nusa Tenggara Timur dan lokal.

Sebelum mengadu ke kantor gubernu dan Wakil Gubernur Achmad Diran, para transmigran mendatangi DPRD Kalteng namun tidak ada satu anggota dewan pun yang sudi menemui.

Kedatangan para transmigran ini juga mendapat perhatian dari Kepala Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kalteng, Freddy S dengan memberikan nasi bungkus sebagai sarapan. Menurut Kepala Biro Protokol Pemprov Kalteng, Kardinal Tarung, pemprov akan memfasilitasi pertemuan antara perusahaan dengan warg sebelum Pilkada 2010.

Konversi Hutan Harus Dihentikan


Gubernur , bupati dan wali kota di Provinsi Kalteng diimbau menghentikan konversi hutan. Pasalnya, kebijakan yang hanya mementingkan investor itu akan memperparah kerusakan lingkungan dan dampaknya akan dirasakan masyarakat luas.

Koordinator Save Our Borneo (SOB) Nordin mengatakan, pemerintah daerah harus mewujudkan janji mereka dalam green government policy atau kebijakan berbasis lingkungan dengan menghentikan konversi hutan.

Apalagi, Pemerintah Provinsi Kalteng ingin menjadikan daerah ini sebagai daerah yang berkomitmen tinggi menjaga kelestarian lingkungan atau green province.

Alih Fungsi Hutan Dua Juta Ha Akan Diselidiki

Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi lahan seluas 2 juta hektare (ha) kawasan hutan yang perlu diselidiki lantaran beralih fungsi menjadi usaha perkebunan dan tambang tanpa izin dari Menteri Kehutanan.

Untuk itu, pihaknya mempersilakan tim Satgas Mafia Hukum untuk berkoordinasi dengan tim terpadu kehutanan agar penegakan hukum di kawasan itu bisa ditegakkan.

Menurut Zulkifli, banyaknya perambahan kawasan hutan terjadi karena adanya pembiaran oleh pejabat daerah dan penerbitan izin tanpa proses persetujuan dari Kemenhut. Hal itu terjadi terutama sejak euforia otonomi daerah di 2004.

"Banyak juga karena kepala daerah tak paham atau pura-pura tak tahu jika seluruh kewenangan penerbitan izin usaha di dalam kawasan hutan ada di pusat," ujarnya di sela dialog dengan Satgas Mafia Hukum di kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Rabu (28/9).

Menurut dia, aksi pembiaran perambahan hutan tanpa penindakan hukum ini akan semakin mengurangi luasan hutan perawan atau primer di Indonesia yang kini tinggal 43 juta ha. Adapun total kawasan hutan seluas 132 juta ha. "Laporan ini bisa ditindaklanjuti Satgas untuk bersama-sama kami tim terpadu kami menyelidikinya," ujarnya.

Dari total seluas dua juta ha itu, satu juta ha berada di Kalimantan Tengah. Di sana, saat ini sudah ada tiga perusahaan tambang besar asal Thailand yang diduga melakukan perambahan untuk diteruskan ke proses penyidikan tim gabungan.
Sedang satu juta ha sisanya tersebar di Sumatra dan seluruh Kalimantan.

Di Sumatra Utara sendiri, seluas 5.000 ha hutan beralih fungsi menjadi kebun sawit. Ada 16 perusahaan tambang dan perkebunan di sana yang teridentifikasi diduga merambah hutan tanpa izin.

"Lima pelakunya akan di serahkan ke Mabes Polri, semuanya pengusaha besar, bukan rakyat," jelas Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori. Sementara di Kalimantan Timur, telah teridentifikasi 150 perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin.

Menurut Darori, akibat perambahan hutan hingga dua juta ha tanpa izin itu, negara telah dirugikan sedikitnya Rp32 triliun. Jumlah itu didapat dari potensi pendapatan Dana Reboisasi (DR) yang hilang untuk hasil kayu sebesar 100 meter kubik per ha. Adapun DR saat ini ditentukan sebesar US$16 per meter kubik.

Menurut dia, indikasi pembiaran perambahan hutan oleh kepala daerah ini bisa terlihat dari belum ada laporan balasan satupun yang dikirimkan gubernur atau bupati/walikota terkait surat edaran Menhut per Februari 2010 lalu mengenai laporan perambahan hutan di masing-masing daerah.

Padahal, dalam surat disebutkan bahwa maksimal dua bulan sejak surat diterima yang bersangkutan, Kemenhut harus sudah menerima balasannya. "Mungkin gubernur belum dilaporin bupatinya, sedang bupatinya sendiri takut kalau ketahuan menjadi pelanggarnya sendiri. Surat edaran ini kan juga dibuat dengan tembusan hingga KPK dan kejaksaan," ujarnya.

Darori mengatakan, terkait tidak adanya tanggapan ini, pihaknya akan segera memanggil seluruh kepala daerah baik tingkat I dan II dalam waktu dekat untuk melakukan pemaparan terkait adanya dugaan pelanggaran kawasan hutan di wilayahnya masing-masing.

"Kita sudah hubungi gubernur lewat telpon untuk lakukan ekspose, mereka belum bisa karena bupatinya belum beri laporan," katanya.

Menurut Menhut, terjunnya satgas ke daerah-daerah akan menajamkan hasil penyelidikan yang dilakukan tim terpadu Kemenhut. Bahkan, dia meminta tim terpadu dan satgas bisa intens berkoordinasi setiap minggunya untuk saling menajamkan hasil-hasil temuan.

Sebab, ujarnya, hasil penindakan di lapangan menunjukkan kuatnya indikasi adanya mafia-mafia kehutanan di lapangan. Musuh pemerintah dalam illegal logging pun berasal dari pemodal kuat yang memiliki kuasa untuk menembus banyak pihak.

Indikasi praktik mafia ini dicontohkannya dari laporan penyelesaian hukum yang dilakukan Kemenhut. Selama 10 tahun terakhir, baru satu kasus kelas kakap kehutanan yang tuntas. Hasil penyidikan di kejaksaan pun mencatat, dari total 96 kasus kehutanan, 49 di antaranya pemerintah dinyatakan kalah.

"Sisanya, pelaku dijatuhi vonis hukuman rendah dengan hukuman penjara 1-2 tahun.

Menanggapi hal itu, Ketua Tim Satgas Kuntoro Mangkusubroto mengusulkan agar timnya bisa terjun ke daerah-daerah. Hal itu agar timnya ini bisa segera memeriksa dan memverifikasi laporan yang sudah diterima seperti adanya pelanggaran kawasan yang disebutkan menhut.

Selain itu, dia juga meminta Kemenhut untuk menyelesaikan tata batas dan pengukuhan kawasan hutan yang masih menjadi pekerjaan rumah Kemenhut. Menhut juga dipandang perlu untuk membentuk suatu tim khusus untuk menyelidiki proses izin-izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di hutan alam yang sudah diterbitkan.

"Kami juga terbuka atas masukan dan temuan-temuan dari masyarakat yang mengetahui masalah di sektor kehutanan ini. Ini untuk meningkatkan transparansi tim,"

Lahan Kritis di Kalteng Capai 5,3 Juta Hektare

Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang menyatakan lahan kritis di wilayahnya tahun 2009 mencapai 5,3 juta hektare, sehingga menimbulkan masalah banjir dan kebakaran hutan dan lahan.

"Usaha rehabilitasi lahan kritis telah dilakukan terus menerus melalui berbagai program, namun hasilnya masih belum menggembirakan karena banyak kegiatan yang mengalami kegagalan," kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Palangkaraya, Rabu (28/4).

Ia mengatakan berdasarkan data dari Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Kahayan dan BP-DAS Barito bahwa pada kawasan hutan yang telah mengalami deforestasi dan degradasi sehingga menimbulkan lahan sangat kritis dan kritis tahun 2009 seluas 5,3 juta hektare.

Lahan kritis tersebut dengan rincian wilayah BP-DAS Kahayan seluas 4,133 juta hektare dan wilayah BP-DAS Barito 1,2 juta hektare. Dampak dari lahan kritis yang sangat luas tersebut telah menimbulkan masalah banjir dan masalah kebakaran hutan dan lahan yang selalu mengancam setiap tahun.

Teras Narang juga mengatakan lahan gambut di Kalteng telah mengalami degradasi atau kerusakan mencapai seluas 1,5 juta hektare terutama dikawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) akibat pengelolaan yang kurang bijaksana telah menyebabkan masalah besar, tidak hanya bagi Kalteng tetapi juga bagi bangsa Indonesia.

Banyaknya penebangan liar dan terbukanya lahan gambut secara tidak terkendali menyebabkan kerusakan hutan dan ekosistem serta meluasnya lahan kritis, kemudian pembuatan kanal pada areal PLG telah menyebabkan turunnya permukaan air tanah sehingga gambut akan menjadi kering saat musim kemarau, mudah terbakar dan sulit dipadamkan jika telah terbakar.

Sejak tahun 1982 katanya, kebakaran hampir selalu terjadi setiap tahun telah menimbulkan dampak luar biasa seperti terjadinya kabut asap yang menyelimuti seluruh wilayah Kalimantan bahkan menyebar hingga ke wilayah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Dampak lainnya terganggunya kesehatan masyarakat, terganggunya pendidikan, transportasi, ekonomi serta musnahnya keanekaragaman hayati. "Bahkan Indonesia diancam akan diajukan ke Mahkamah Internasional PBB karena kabut asap yang dikirim dari Indonesia sudah menggangu negara tetangga Singapura dan Malaysia," katanya.

Pertemuan puncak perubahan iklim ang berlangsung di Kopenhagen pada Desember 2008 yang lalu telah menghasilkan apa yang disebut Copenhagen Accord (CA). Walaupun CA tidak merupakan perjanjian yang mengikat bagi para pihak, namun pemerintah Indonesia dengan berbagai pertimbangan politis dan substanstif telah menyatakan untuk berasosiaisi dengan CA.

Sejalan dengan itu, katanya, Presiden SBY telah mengumpulkan para gubernur di seluruh Indonesia pada 3-4 Februari 2010 yang antara lain menyampaikan keputusan politik Indonesia untuk berasosiasi dengan CA dan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

"Rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca inilah yang kemudian perlu diterjemahkan ke dalam aksi kongkret di daerah masing-masing, "

Aneh, Lahan Transmigrasi Diklaim Perusahaan Sawit

Aneh, Lahan Transmigrasi Diklaim Perusahaan Sawit

Rabu, 5 Mei 2010
PALANGKARAYA, RABU - Kasus sengketa lahan antara warga transmigrasi di Desa Panca Jaya Kecamatan Seruyan Tengah Kabupaten Seruyan, Kalteng dengan perusahaan perkebunan sawit PT BJAP mendapat sorotan aktivis lingkungan.

Mereka bingung jika benar lahan milik warga itu merupakan lahan usaha dua yang diberikan pemerintah, kemudian diklaim oleh perusahaan.

Koordinator Save Our Borneo, Nordin mengatakan, lahan usaha milik warga adalah pemberian pemerintah dan telah ditetapkan sejak lama. Karena itu aneh jika ada perusahaan sawit yang mengklaim lahan seluas 600 hektare itu.

Jika ternyata dalam izin yang dimiliki perusahaan ternyata memang termasuk areal yang disengketakan, maka berarti pemerintah daerah harus bertanggungjawab. Pemerintah harusnya turun ke lapangan sehingga tidak sampai terjadi tumpang tindih.

Nordin menuntut agar pemerintah daerah segera menyelesaikan masalah tersebut. Pemerintah tidak boleh mengorbankan rakyat hanya demi investasi. Seperti diketahui, 30 warga setempat mengadukan masalah itu ke DPRD Provinsi Kalteng.

Jumat, 30 April 2010

The “pink Area” investigation

Catatan.



Lokasi kampoeng atau dusun berada di kordinat : 49 M 0677983, UTM 9690293. Dan warganya berjumlah lebih dari 20 kepala keluarga, masyarakat memanfaatkan hutan dengan berburu bercocok tanam dan lain sebagainya. sebagian besar masyarakatnya adalah nelayan untuk keperluan sehari-hari. Setelah masuknya perkebuna kelapa sawit, masyarakat serasa di susahkan, dulunya bisa menangkap ikan 1 hari mencapai 30-50 kg (ikan jenis haruan, tahuman, karandang dll,) sekarang dalam 1 harinya hanya 5-8 kg, karena airnya sudah tercemar limbah dari kelapa sawit. Setelah masuknya perkebunan kelapa sawit masrakat menjadi terkekang segala macam bentuk aktivitasnya seperti mangaharu, gemur, berkebun, berburu dll. Karena di katakana di kawasan perkebunan tersebut tidak boleh dilakukannya perburuan satwa liar, “tapi contohnya pihak perusahaan bisa saja berburu dan lain sebagainya kenapa kami yang sejak dulu atau sebelum perkebunana ini masuk tidak diperbolehkan ”, ujar masyarakat dusun pondok haur.



Lokasi berada di kordinat 49 M 0675082, UTM 9693218 kawasan ini merupakan hutan rawa yang berada di aliran sungai Pukun. Sesuai dengan kordinat yang ada 49 M 0677793, UTM 9688849, kawasan ini merupakan hutan yang ditumbuhi blangiran dll, dan bukan semak-semak sudah di garap, 49 M 0674254, UTM 9690173, kawasan ini belum di garap dan titik ini merupakan hutan dan banyak di tumbuhi kayu jenis blangiran dan beberapa anak pohon jati. Kordinat yang kawasannya berhutan adalah : 49 M 0687720, UTM 9684984. 49 M 0687139, UTM 9685768. 49 M 0686023, UTM 9687443. 49 M 0686989, UTM 9684720. 49 M 0686666, UTM 9688159. 49 M 0686969, UTM 9688971. 49 M 0687976, UTM 9688131.kawasan ini adalah kawasan yang berhutan atau masih lebat, walaupun pohon-pohon yang besar sudah tidak ada, dan dalam tahap atau proses penggarapan (land clearing). Dari kesemua kordinat kawasan ini sebagian ada yang bergambut tipis dan rawa. Satwa yang berhabitat di kawasan ini bekantan, owa-owa/kalawet, orang utan, kijang, rusa, beruang, ahem/trenggiling, landak, lutung, kelasi, dan beberapa jenis burung seperti cucak hijau, muray batu dll.kawasan ini tidak memiliki situs-situs penting seperti, pahewan, kaleka, sandung dll, (kecuali di daerah perkampungan).

Operasional Wilmar sudah sampai di daerah sungai pukun dan pondok haur, sampai ke bagandang, (untuk di bagandang kita belum tau kondisinya). Yang sudah dilakukan adalah penanaman, leandclearing. Pembuatan parit-parit yang memanfaatkan aliran sungai pukun sebagai drainase/pengairan untuk perkebunan.

Jumat, 02 April 2010

UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN OLEH MASYARAKAT BATU KERBAU MELALUI WANATANI (ARGOFORESTRY)

UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN OLEH MASYARAKAT BATU KERBAU MELALUI WANATANI (ARGOFORESTRY)



I. PENDAHULUAN



Ada beberapa faktor penyebab kerusakan lingkungan, antara lain (a) pertambahan penduduk yang pesat, sehingga telah menyebabkan tekanan yang sangat berat terhadap pemanfaatan keanekaragaman hayati. Misalnya, timbulnya eksploitasi terhadap sumberdaya alam hayati yang berlebihan, (b) perkembangan teknologi yang pesat, sehingga kemampuan orang untuk mengeksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan semakin mudah dilakukan, (c) makin meningkatnya penduduk lokal terlibat dalam ekonomi pasar kapitalis, sehingga menyebabkan eksploitasi keanekaragaman hayati secara berlebihan, (d) kebijakan dan pengelolaan keanekaragaman hayati yang sangat sentralistik dan bersifat kapitalis dan tidak tepat guna, dan (e) berubahnya sistem nilai budaya masyarakat dalam memperlakukan keanekaragaman hayati sekitarnya. Misalnya, punahnya sifat-sifat kearifan penduduk lokal terhadap lingkungan hidup sekitarnya. (Anonim, 2000)



Sistem eksploitasi yang dilaksanakan oleh HPH (Hak Pengusahaan Hutan) telah mengakibatkan berbagai dampak kerusakan fisik hutan yang serius, baik secara kualitas maupun kuantitas. Laju kerusakan hutan di daerah-daerah di Indonesia , khususnya Jambi saat ini telah sangat memprihatinkan (Anonim, 2003). Kearifan lokal seperti nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, persaudaraan dan sikap ketauladanan lainnya mulai banyak terkikis di dalam lingkungan budaya masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan keanekaragaman hayati yang holistik, berkelanjutan dan berkeadilan sosial bagi segenap warga masyarakat, sungguh diperlukan untuk mempertahankan kelestarian keanekaragaman hayati (Anonim, 2000). Di tengah gelombang kekerasan, keserakahan dan krisis identitas budaya lokal yang telah melumat habis ikatan kemanusiaan dan kebersamaan di banyak tempat di tanah air, ternyata masih ada kekuatan yang terus dipelihara untuk memperkuat teladan dan kearifan budaya di kalangan masyarakat adat (Rozaki, 2003). Propinsi Jambi merupakan salah satu wilayah penyangga (buffer zone) Taman Nasional Kerinci Seblat. Kawasan ini merupakan kawasan kelola rakyat yang tersebar di berbagai kabupaten. Ada berbagai bentuk kearifan lokal yang dilestarikan oleh masyarakat adat Jambi diantaranya adalah sistem wanatani (agroforestry) dan lubuk larang (Adnan, 2006).Pada desa-desa tua, masyarakat adatnya masih berpegang pada aturan sosial, ekonomi, dan budaya lama (Titien, 2001). Kearifan ini juga terlihat dalam pengelolaan sumberdaya alam melalui wanatani dan lubuk larang.



Desa Batu Kerbau adalah sebuah desa di kaki pegunungan Bukit Barisan yang berbatasan langsung dengan hutan lindung kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) di sebelah barat. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa Batang Kibul, Kecamatan Tabir, Kabupaten Merangin; sebelah utara dengan Desa Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan; dan sebelah timur dengan Desa Baru Pelepat (Thahar, 2004). Masyarakat adat Desa Batu Kerbau digolongkan desa tua, yang masih mempertahankan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya adat dengan kuat. Peran lembaga adat Desa Batu Kerbau tidak hanya mengatur masalah sosial dalam desa tetapi juga berperan dalam pengelolaan sumber daya alam. Ada beberapa kearifan lokal yang dimiliki oleh Desa Batu Kerbau dalam melestarikan sumber daya alam yaitu melalui (Anonim, 2004).

Laporan tentang keberadaan sistem pengelolaan sumber daya hutan oleh rakyat terus bertambah. Saat ini diketahui bahwa sistem ini telah lama tumbuh dan berkembang secara mandiri di hampir seluruh wilayah Indonesia. Para peneliti melaporkan bahwa sistem ini bukan saja menjamin kelestarian ekosistem sumberdaya hutan, namun juga berperan penting dalam mendukung sistem sosial budaya masyarakat, bahkan perekonomian tingkat lokal dan regional (Anonim, 2003). Adapun Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengkaji besarnya peranan masyarakat adat Jambi dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam melalui kearifan lokal.



II. KEBERHASILAN KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT BATU KERBAU DALAM MELESTARIKAN LINGKUNGAN MELALUI WANATANI



Ada berbagai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat desa Batu Kerbau diantaranya yaitu wanatani dan lubuk larang. Kedua kearifan lokal ini memberikan pemahaman bahwa masyarakat setempat memiliki kemampuan untuk mengembangkan suatu konsep pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat terbuka sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya alam dapat dikurangi.

Wanatani merupakan suatu bentuk pengelolaan sumberdaya yang memadukan kegiatan pengelolaan hutan atau pohon kayu-kayuan dengan penanaman komoditas Atau tanaman jangka pendek, seperti tanaman pertanian (Anonim, 2007). Menurut Adnan (2006) wanatani merupakan suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dinamis dan berbasis ekologi, dengan memadukan pepohonan sehingga mampu mempertahankan tingkat dan keragaman produksi. Sistem ini memungkinkan terjadinya interaksi antara ekologi dan ekonomi serta unsur-unsur lainnya, terutama dengan sosial-budaya sehingga dapat terwujud pembangunan yang berkelanjutan. Menurut Fay dan Sirait (2007) wanatani sebagai suatu bentuk pengelolaan sumber daya alam memiliki karakteristik yang berbeda dengan sumber daya alam lainnya, misalnya laut, tambang, sumber daya angin, hutan alam maupun usaha pertanian sawah misalnya. Wanatani lahir dari suatu inovasi manusia untuk mengembangkan fungsi privat tanpa meninggalkan fungsi publiknya.



Dalam masyarakat Jambi sistem wanatani bukan sesuatu yang baru karena sudah lama dikenal. Kawasan hutan adat desa di Desa Batu Kerbau merupakan suatu kawasan yang hanya dapat dimanfaatkan oleh anak negeri Desa Batu Kerbau dengan izin dari pengurus dan aturan yang sudah disepakati. Kawasan ini memiliki luasan sebesar 388 ha. Setiap pengambilan 1 meter kubik kayu dikenakan sumbangan Rp. 25.000 yang dipergunakan untuk pembangunan desa. Hasil-hasil sumberdaya alam yang diambil dari hutan tidak diperkenankan untuk dijualbelikan. Sedangkan untuk pohon sialang dan buah-buahan hutan pengambilannya tidak boleh ditebang, dan kepemilikan pohon sialang tetap pada pemilik awal, serta pada waktu panen dikenakan sumbangan untuk desa. Sesap yang masuk dalam kawasan hutan adat desa maka kepemilikannya tetap dan tidak boleh menambah dengan bukaan baru. Pengelolaan sesap tersebut diharapkan ditanami dengan tanaman tua (Anonim, 2004a).



Hutan Adat Desa merupakan kawasan hutan yang masih bisa dimanfaatkan oleh masyarakat secara terbatas, dan didalam pemanfaatannya harus mendapat izin kelompok adat serta pemerintahan desa. Sedangkan Hutan Lindung Desa merupakan kawasan yang tidak dimanfaatkan karena merupakan sumber air. Hutan dan kawasan ini memiliki fungsi hidrologis, yaitu menjadi daerah tangkapan dan sumber mata air, sumber air sawah, dan menjadi hulu dari beberapa sungai. Juga memiliki fungsi ekologis dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya dan menjadi penyangga (buffer zone) TNKS, maupun pencegah terjadinya erosi dan longsor. Fungsi lainnya adalah social budaya, dimana hutan dan kawasan menjadi sumber bagi obat-obatan tradisional, bahan-bahan dan tempat untuk upacara adat. Serta fungsi kesejahteraan dengan menyediakan potensi kayu untuk pembangunan desa dan non kayu, seperti potensi getah kayu balam dan pinus, rotan, jernang, dan lainnya (Adnan 2006).

Untuk itu juga diberlakukan sanksi terhadap pelanggaran aturan kawasan hutan adat desa, yaitu:
a. Bagi masyarakat lokal/luar yang mengambil kayu, rotan, manau dan segala kandungan hutan ada desa tanpa seizin pengurus dikenakan denda uang Rp. 2.500.000 dan disita menjadi milik desa

b. Sanksi adat: kambing 1 ekor, beras 20 gantang, selemak semanis dan kain 4 kayu.
Hutan lindung desa merupakan kawasan yang tidak dimanfaatkan karena merupakan sumber air. Kesepakatan ini dimotori oleh para pengetua adat dan pegawai pemerintahan desa. Batas-batas hutan adat mengacu kepada aturan adat, yakni wilayah Bukit Gedang dan Bukit Menangis yang terletak antara Batang Pelepat dan Batang Kibul. Sanksi terhadap pelanggaran aturan Kawasan Lindung Desa adalah: Sanksi adat : Kerbau 1 ekor, beras 100 gantang, kelapa 100 buah, selemak semanis dan kain 8 kayu. Kayu, rotan, manau dan segala yang diambil dari kawasan lindung desa yang tidak sesuai dengan ketentuan, disita menjadi milik desa. l Jika sanksi adat tidak diterima, maka akan diajukan ke hukum negara. (Anonim, 2004a)
Pengelolaan kawasan hutan adat ini dilatarbelakangi oleh perusahaan yang mendapatkan HPH, sehingga daerah sesapan menjadi meningkat drastis. Setelah desa Batu Kerbau dicabut HPH atas hutan di Desa Batu Kerbau maka masyarakat berusaha untuk menguasai lahan-lahan bekas perusahaan yang mendapatkan HPH sebagai cadangan. Sebelum adanya kegiatan HPH beroperasi di wilayah desa secara adat tata cara pembukaan lahan perladangan telah diatur dan dipatuhi anggota masyarakat, akan tetapi pengaturan lebih ditekan kepada anggota masyarakat dari luar desa. Bagi setiap masyarakat luar desa yang ingin membuka lahan harus membayar dan mematuhi aturanaturan yang ditetapkan lembaga adat. Disamping itu pendatang di haruskan menjalani acara pengangkatan sebagai anggota masyarakat, setelah semua syarat-syarat terpenuhi maka hak dan kewajibanya akan sama dengan masyarakat lainnya.

Upaya meningkatkan peran masyarakat ini, direncanakan tujuh areal eks HPH dikelola kembali. Konsep yang diterapkan untuk pengelolaan eks HPH ini yaitu lahan kosong dan semak belukar direhabilitasi dengan model agroforestry (Wanatani). Maksudnya penanaman jenis tumbuhan hutan, kebun (karet dan sawit), serta tanaman pangan. Sedangkan kawasan hutan yang telah menjadi kebun rakyat diterapkansistem pengelolaan melalui PPHM (Program Pengelolaan Hutan dan Masyarakat) (Anonim, 2003).
Selain membangun hutan adat, penduduk Desa Batu Kerbau membuat lubuk-lubuk larangan (sungai dan danau yang tidak boleh dimanfaatkan) . Penetapan Lubuk Larangan dilakukan melalui keputusan adat dan dengan acara religius, yaitu pembacaan kitab suci Al Quran, Surat Yassin, di pinggir sungai oleh seluruh warga. Tujuannya, agar ikan yang berada di Lubuk Larangan cepat memijah dan besar, serta tidak diambil oleh warga Di lubuk larangan itu tidak diperbolehkan mengambil ikan, kecuali pada musim panen sekali setahun. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga kelestarian ikan yang ada di sungai dan danau yang ada di daerah itu. Untuk memperkuat hukum mereka memberikan sanksi bagi yang melanggar dan diputuskan oleh tokoh masyarakat dan tetua adat. Bagi warga masyarakat atau siapa pun yang melanggar aturan menangkap ikan di lubuk-lubuk larangan akan dikenakan denda adat (Anonim, 2004b). Aturan yang berlaku adalah sanksi adat : Kambing 1 ekor, beras 20 gantang, selemak semanis, dan kain 4 kayu l Dibacakan surat yasin 40 kali tamat. l Denda uang Rp. 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Berbagai contoh peran serta masyarakat telah membuktikan akan keaktifannya dalam melestarikan alam. Adanya kearifan tradisional di berbagai daerah lndonesia, mampu menjaga lingkungan dari kerusakan dan memelihara keanekaragaman hayati.
Di Sumsel, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat dan Lampung ada kesadaran di kalangan Pemerintah Daerah untuk menghidupkan nilai budaya yang melekat dalam diri masyarakat adat untuk mengelola hutan lindung dan kelestarian alam. Di Jambi, tokoh masyarakat dan pemerintah daerah serta cendekiawan menggunakan falsafah budaya dan ikatan kekkerabatan untuk mencegah konflik social (Sianipar, 2004). Jambi memiliki beberapa jenis model pengelolaan hutan berbasis masyarakat baik traditional atau asli maupun yang diperkenalkan. Model pengelolaan yang tradisional berakar pada institusi tradisional dalam hal ini adat. Di masa lalu institusi adat sangat kuat dengan aturan main dan penegakan aturan yang ketat. Model pengelolaan hutan yang diperkenalkan antara lain difasilitasi oleh LSM maupun swasta. Pengelolaan hutan tradisional antara lain Hutan Adat Desa, Rimbo Larangan dan Lubuk Larangan (Sungai di dalam hutan yang hanya boleh diambil ikannya dalam periode tertentu berdasarkan aturan adat) serta yang berkembang belakangan adalah Hutan Lindung Desa yang dibantu oleh LSM dan pemerintah setempat (Anonim, 2006). Keberhasilan Desa Adat Batu Kerbau tidak lepas dari bantuan LSM yang memberikan arahan dan advokasi dalam memperoleh pengukuhan dari Bupati Bungo.
Dari berbagai penelitian yang telah dilakukan didapatkan bahwa kearifan lokal pada Desa Batu Kerbau merupakan salah satu upaya yang telah berhasil dalam melestarikan lingkungan hidup. Keberhasilan ini khususnya dalam sistem pengelolaan hutan dan air melalui wanatani dan lubuk larang. Bukti nyata dari keberhasilan ini adalah dengan didapatnya penghargaan Kalpataru dari pemerintah untuk kategori penyelamat lingkungan tahun 2004. Ini menunjukkan bahwa pemerintah telah mengakui adanya keberadaan masyarakat adat di Desa Batu kerbau dan mengakui hak dan aturan yang dimiliki oleh desa tersebut (Thahar, 2004).
Sebelum mendapatkan penghargaan Kalpataru sebagai penyelamat lingkungan, masyarakat adat Desa Batu Kerbau telah lama berjuang untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah melalui perjalanan panjang. Tetapi mereka berhasil mendapatkan pengakuan tentang Pengukuhan Hutan Adat melalui SK Nomor 1249 tahun 2002 tanggal 14 Juli 2002 yang diterbitkan oleh Bupati Bungo. bukan tanpa perjuangan. Sebelum mendapatkan pengukuhan tersebut mereka telah lama mengalami berbagai permasalahan mulai dari tidak bisa mengambil hasil hutan non kayu (rotan, Damar, manau, dan getah jemang), dan kotornya air sungai akibat operasi alat berat perusahaan yang memiliki HPH di hulu sungai sehingga, setiap tahun masyarakat desa mengalami wabah muntaber. Kemudian masyarakat desa tersebut mengusahakan agar perusahaan yang memiliki HPH untuk pergi dari desa tersebut. Kemudian mereka pun menetapkan sepotong sungai untuk menjadi lubuk larangan untuk mengelola kawasan hutan dengan kearifan adat (Thahar, 2004).
Dari keberhasilan yang sangat positif tersebut maka sudah saatnya sistem pengelolaan sumberdaya hutan oleh rakyat dipandang sebagai suatu pendekatan alternatif dalam pengelolaan sumber daya hutan Indonesia. Sistem ini menawarkan nilai-nilai, konsep-konsep, pranata-pranata, metodologi, teknik, dan ketrampilan inovatif dalam mengelola sumber daya hutan. Berkaitan dengan semangat tersebut, wakil-wakil masyarakat sipil yang bekerja di perguruan tinggi, lembaga penelitian, instansi pemerintah, perusahaan swasta dan BUMN, LSM, masyarakat adat dan masyarakat lokal yang berdedikasi dan memiliki perhatian besar pada kehutanan masyarakat, telah memulai proses diskusi, kajian, dialog kebijakan, penelitian dan program aksi lapangan yang mendukung pengembangan kehutanan masyarakat (Anonim, 2003). Tugas selanjutnya yang maha penting adalah bagaimana memelihara dan merawat kearifan lokal itu agar senantiasa hidup dan menyala di dalam hati nurani manusia Indonesia (Rozaki, 2003).

III. PENUTUP

Wanatani merupakan kearifan lokal yang sangat bermanfaat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Pembatasan-pembatas an dalam mengeksploitasi lingkungan berarti menghargai lingkungan sebagai salah satu komponen dari sistem ekologi. Masyarakat Desa Adat Batu Kerbau merupakan contoh nyata dari sekian banyak masyarakat adat di Indonesia yang ternyata masih bisa bertahan di tengah arus pembangunan yang belum berkelanjutan. Kearifan lokal di Desa Adat Batu Kerbau ternyata lebih menerapkan konsep pembangunan yang berkelanjutan dibandingkan perusahaan yang menggunakan teknologi canggih tapi untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Wanatani memberikan paradigma baru dalam bidang pelestarian lingkungan yang memiliki keuntungan dari setiap segi pembangunan berkelanjutan yaitu memberikan keuntungan secara ekonomi, mudah diterapkan secara sosial budaya dan menjaga kelestarian sumberdaya alam.

INISIATIF LOKAL DALAM SOLUSI PERUBAHAN IKLIM UNTUK KEBERLANJUTAN PENGHIDUPAN MENUJU KEADILAN IKLIM DISKUSI KRITIS SRIWIDADI/LAMUNTI B3 28 MARET 2010

INISIATIF LOKAL DALAM SOLUSI PERUBAHAN IKLIM

UNTUK KEBERLANJUTAN PENGHIDUPAN MENUJU KEADILAN IKLIM

DISKUSI KRITIS SRIWIDADI/LAMUNTI B3 28 MARET 2010


Pengantar




Perubahan iklim atau sering di sebut dengan pemanasan global disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi karbon dioksida (CO2) dan gas-gas pencemar lain di atmosfer sehingga panas dari matahari terperangkap oleh gas-gas di dalam atmosfer bumisehingga gas-gas yang menangkap panas dengan membentuk selimut di sekeliling bumi seperti gelas dalam rumah kaca, sekali dilepaskan gas rumah kaca akan tetap tinggal di atmosfer selama bertahun-tahun. Ketika jumlahnya semakin banyak, tmpratur bumi akan meningkat.

Ada beberapa Dampak dan ancaman dari perubhan iklim : , curah hujan diramalkan semakin pendek, tetapi lebih lebat, serta meningkatkan resiko banjir; 65 negara selatan akan kehilangan 280 ton sereal (mis: gandum,padi) , sekitar 16% dari output pertanian, jika suhu global naik dari 1.5 – 2.5 derajat celcius - 20 -30 spesies dalam resiko kepunahan; berdampak pada ekosistemdan hama; meningkatnya penyakit dan acaman banjir meningkatnya cuaca silicon tropis yang mengancam keselamatan warga; peristiwa cuaca extreme, sangat mungkin cuaca panas extreme, gelombang panas, dan hujan lebat akan semakin sering terjadi; hilangnya pertanian dan perikanan, menambah biaya pengelolaan sumber-sumber penghidupan, rusaknya infrastruktur dan meningkatnya biaya hidup yang mengancam penduduk local.

Kalimantan tengah menjadi salah satu wilayah yang menjadi proyek REDD karena kawasan Gambutnya, selain Riau dan Papua sedangkan sekarang ini yang menjadi pertanyaan proyek REDD di Kalimantan tengah ; KFCP yang berkerja sama dengan USAID Australia dan wilayah kerjanya mencakupi di kawasan PLG yaitu di Blok A dan E, selanjutnya PT. RMU (restorasi ekologi) starling resource di katingan dan kotim, PT. Invinite Earth, sebelah timur kawasan taman nasional, dan PLG Blok A ada rencana restorasi Ekosistem seluas 305.000 Ha, berdasarkan permohonan PT. Gemilang Kurnia Lestari dan PT. Indo Carbon Lestari, (kesemua perusahaan tersebut masih dalam ruang lingkup Sinar mas dan Wilmar Group). Nah dari hasil pantauan di lapangan dan masyarakat yang mengetahui sudah tentang proyek tersebut mengatakan bahwa “jangan-jangan dari kesemua proyek percontohan ini adalah topeng belaka, katanya akan melakukan penghijauan akan tetapi yang di maksud adalah untuk perluasan kawasan perkebunan kelapa sawit”. Dan kesemua itu adalah proyek percontohan.


Proses kegiatan



a. Apa yang dimaksud Keselamatan warga menurut pandangan warga

kebebasan dan kesejahteraan masyarakat yang dilindungi dan masyarakat berhak mempertahankan hak yang dimilikinya dan terbebas dari tekanan dari luar baik dari alam dan manusia itu sendiri, agar alam selamat dari bencana dan agar segala sesuatu itu dengan mudah di tangani dan jangan selalu dipersulit,.

b. Bagaimana cara menjamin keselamatan warga

perlu pendampinagn untuk warga secara terbuka dan memberikan cara-cara/ langkah-langkah untuk menanggulangi kerusakan ekonomi dan lain sebagainya,serta memberikan perlindungan serta memberikan kebebasan yang di lindungi oleh undang – undang.

c. Siapa yang harus menerapkan/ menjamin keselamatan warga

Pemerintah, swata dan masyarakat itu sendiri siapa lagi sendiri orang lain(selain masyarakat itu sendiri dan pemerintah setempat).

d. Lingkungan yang sehat menurut pandangan masyarakat

Lingkungan yang di proyeksikan demi masyarakat dan masyarakat itu sendiri sebagai basis pengelolaannya, serta sumber-sumber air yang bersih dan sehat, udara bersih dan bebas polusi, tidak rentan/ bebas dari berbagai penyakit, tidak terjadi kerusakan lingkunagn, serta lingkungan yang layak contoh: kerukunan masyarakat dalam bergotong royong dalam menciptakan lingkungan yang sehat, rapi, teratur.

e. Apa yang di maksud dengan kawasan kelolan masyarakat

Kawasan yang dikelola oleh masyarakat secara syah, dan tidak boleh di ganggu gugat oleh siapapun, dan kawasan untuk hak kelola masyarakat sebagai usaha masyarakat itu sendiri.



Kesemua di atas adalah konteks keselamatan warga menurut masyarakat itu sendiri dan ada beberapa pertanyaan kunci yaitu :







1. Tata kuasa atas sumber daya alam di kawasan eks PLG.

- Bagaimana sumber-sumber yang penting untuk kehidupan di kuasai oleh siapa?

Perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet serta pertanian warga.

- Untuk kepentingan/ digunakan apa kawasan tersebut?

Dari sekian banyak lahan yang ada di masyarakat dan sumber daya alamnya itu kebanyakan dipergunakan sebagai kawasan perkebunan kelapa sawit, dan tempat/lahan pembibitan plasma inti, katanya tapi masih saja di Tanami.

- Siapa saja aktornya?

Investor, Masyarakat dan Pemerintah.

- Apa ketentuan-ketentuan hukum yang melegalkan penguasaan lahan ( Inpres, Masterplan, KFCP, Adat, SKT dll )

Inpres dan Adat karena mungkin itu yang kami warga Sriwidadi khususnya di Lamunti B3 rasakan sampai sekarang ini, untuk yang lain meragukan.

2. Tata guna lahan dalam pemanfaatan sumber daya alam di kawasan DAS Mangkatip/eks PLG

- Bagaimana lahan dipergunakan dan untuk keperluan apa saja?

Perkebunan dan Pertanian sebagai penghasilan dan penghidupan sehari-hari.

- Siapa yang mengelola dan mengunakan lahan tersebut?

Investor dan masyarakat

- Bagaimana proses perubahan kepemilikian lahan terjadi (perampasan, jual beli, dll )

Jual beli dan di pinjam oleh pihak perusahaan kelapa sawit, tapi katanya saja yang jual beli dan pimjam nyatanya sampai sekarang kesepakatan itu hanya di mulut saja mereka semua bohong masih saja lahan hak milik masyarakat yang di serobot/di rampas oleh pihak perusahaan walaupun masyarakat itu sendiri memiliki bukti kepemilikan hak lahan yang syah (sertipikat tanah).

- Bagaimana proses perubahan kondisi tutupan lahan/perusakan lingkungan terjadi ( aktivitas

perusahaan, illegal logging dll )

yang dilihat sampai sekarang ini adalah kebakaran hutan, dan penggudulan hutan (Deforestasi) oleh pihak perusahaan yang secara membabi buta di kawasan hutan dan di lahan hak milik warga, selebihnya tidak tahu.

3. Tata produksi

- Bagaimana hutan dan lahan gambut dikelola?

Dengan cara menerapkan inisiatip local yaitu dengan menggunakan alat semi modern, dan juga tidak menggunakan bahan – bahan yang tidak merusak (khusus pertania).

- Apa saja yang di kelola?

Buah – buahan, karet sayur-mayur.

- Untuk siapa kawasan tersebut di kelola (penerima manfaat )?

Masyarakat sendiri, dan perusahaan perkebunan kelapa sawit

4. Tata komsumsi

- Bagaimana warga sekitar kawasan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya (sandang, pangan dan papan )

Menyadap keret, menanam sayur-mayur, buah-buahan, dan ada sebagian warga yang menjadi

pekerja di perusahaan kalapa sawit.

- Bagaimana kemampuan ekologis wilayah PLG saat ini memenuhi kebutuhan dasar warga?

Kalau dilihat di masa sekarang, sepertinya kemampuan ekologisnya berkurang karena banyak dampak-dampak yang di timbulkan oleh yang namanya pemanasan global dan juga yang paling parah lagi adalah perkebunan kelapa sawit, “ banyangkan dulu masyarakat bisa bercocok tanam baik itu sayuran ataupun padi, masih bisa tumbuh dengan baik, kalau sekarang susah! Jangankan sayur padi pun susah panen, karena hama dari perkebunan kelapa sawit dan apalagi kalau samapai waktunya musim kemarau kendalanya adalah kebakaran lahan.”



Dalam diskusi ini juga di hadiri oleh kepala Desa dan perangkatnya, tokoh masyarakat dan beberapa perwakilan masyarakat

Jumat, 12 Maret 2010

Perjuangan Feminisasi Politik

Ada tesis yang mengatakan bahwa meningkatnya jumlah wakil perempuan di dunia politik akan mengubah wajah politik. Benarkah demikian? Ketika perempuan memperoleh kursi di parlementer ada sejumlah persyaratan bagi perempuan untuk bertingkah laku seperti laki-laki. Keterwakilan perempuan di dunia politik masih dibingkai dengan aturan-aturan main yang dibuat oleh laki-laki. Ironis! Inilah kepura-puraan politis! Di satu sisi, memberikan kesempatan untuk keterwakilan perempuan, tetapi di sisi lain gerak perempuan masih dibatasi oleh arogansi maskulinitas. Praktek-praktek politik masih sangat menghargai bentuk-bentuk maskulinitas tradisional dan tidak mengijinkan bentuk-bentuk feminitas tradisional. Politik berparas perempuan, tetapi berjiwa laki-laki.

Politik perempuan yang masih paradoks dan terbelah inilah yang kerap membuat gusar kaum feminis kontemporer. Perempuan seolah masih dipermainkan dengan beragam atribut yang terus mengkerdilkan peran public perempuan. Situasi social juga dirintangi dengan snagat ketat, sehingga gerak politik perempuan mudah tersendat di persimpangan jalan. Fakta inilah yang dikuak secara mendalam oleh Joni Lovenduski dalam bertajuk “Politik Berparas Perempuan”.

Lovenduski melihat bahwa perempuan menghadapi rintangan yang serius untuk menjadi pelaku politik. Pertama, sumber daya perempuan yang diperlukan untuk memasuki wilayah politik lebih lemah. Perempuan lebih miskin dari pada laki-laki dan cenderung tidak ditempatkan pada jabatan-jabatan yang mendukung kegiatan politik. Kedua, bermacam-macam kekangan gaya hidup yang menyebabkan perempuan mempunyai sedikit waktu untuk politik. Kelurag dan kewajiban-kewajiban lain yang menuntut kewajiban penuh secara khas dijalankan oleh perempuan telah mengurangi waktu mereka untuk melakukan kegiatan lain. Ketiga, tugas politik dikategorikan sebagai tugas laki-laki yang menghalangi kaum perempuan mengejar karier politik dan menghalangi rekruetmen politik bagi mereka yang ingin tampil ke depan. (hal. 88).

Kendala yang juga sangat krusial, bagi penulis, juga terletak dalam kendala institusional. Lembaga dan kebijakan public didesains sedemikian rupa sehingga perempuan tidak memiliki akses dan kesempatan untuk mendapatkan ruang public yang sesuai dengan kompetensi mereka. Karena kendalanya sudah sistemik, maka perempuan banyak terjebak dalam kubangan yang “mengerikan”, karena keterwakilannya di lembaga perwakilan rakyat juga masih belum banyak bisa melakukan gerak perubahan yang maksimal. Tak lain karena sendiri dalam lembaga Negara juga sudah terjebak dengan ragam kebijakan yang tak ramah dengan kaum perempuan.

Negara-negara di Timur Tengah masih banyak yang menerapkan standar ganda bagi perempuan. Lovenduski melihat bahwa perempuan di Timur Tengah belum mendapatkan tempat yang layak dalam ruang public, karena seksisme politik masih sangat kental dalam dunia perpolitikan di Timur Tengah. Arab Saudi, Mesir, Syiria, dan lainnya menjadi contoh yang diurai penulis bahwa Negara Timur Tengah masih sangat maskulin, hak-hak feminis masih terbelenggu system institusional yang snagat mengekang perempuan berkiprah di ruang public. Barangkali tidak salah kalau tidak sedikit kasus tenaga kerja wanita yang bertugas di Timur Tengah mendapatkan perlakukan yang tidak hormat, karena pandangan public ihwal perempuan di Timur Tengah masih terbelah.

Namun demikian, penulis juga mengkritik pola perilaku demokrasi di Barat yang sebenarnya juga masih banyak kasus yang mencederai perempuan. Di Inggris, penulis melihat bahwa partai-partai politik belum memberikan porsi sederajat bagi perempuan untuk berkiprah. Baik Partai Republik, Partai Demokrat, Partai Buruh, belum melakukan gerakan radikal dalam memberdayakan keterwakilan perempuan di dunia politik. Ini berimplikasi bahwa perempuan yang duduk di lembaga perwakilan juga belum bisa menyuarakan secara total dalam mengangkat harkat dan martabar perempuan di dunia politik. Ini sebuah ironis, karena Barat selama ini selalu menggelorakan feminisasi politik, tetapi pencederaan atas politik perempuan ternyata masih kental di sana. Dan ini diakui oleh penulis buku ini yang merupakan professor politik di London.

Maka dari itu, Lovenduski bergerak dalam argumennya bahwa keadilan social sangat realistis untuk mendudukkan perempuan secara sederajat dengan laki-laki. Bagi penulis, argumen yang paling kuat untuk mendukung bertambahnya perwakilan perempuan adalah argument yang di dasarkan pada prinsip-prinsip keadilan. Argument tersebut menyatakan bahwa sangatlah tidak adil jika kaum laki-laki memonopoli perwakilan, terutama di suatu Negara yang menganggap diri sebagai Negara demokrasi modern. Mengutip Anne Phillips, penulis menyatakanbahwa “tidak ada argument yang bertolak dari keadilan dapat mempertahankan keadaan seperti sekarang ini; dan…ada argument keadilan untuk kesamaan antara perempuan dan laki-laki. Argument-argumen tambahan mengenai kodrat perwakilan dapat mengaburkan inti pokok itu, tetapi argument-argumen tambahan itu tidak pernah dapat membalikkannya.

Argument keadilan juga di dukung oleh klaim-klaim dari kewargaan. Kewargaan merupakan sekumpulan hak, kewajiban, alat kelengkapan, dan identitas yang membentuk milik seseorang dalam system politik. Dalam istilah-istilah konstitusional, perempuan secara formal mempunyai kewargaan yang sama dengan laki-laki dalam sistem-sistem demokratis. Namun demikian, cara tatanan-tatanan kelembagaan merumuskan kewargaan dapat memiliki pengaruh berbeda pada perempuan dan laki-laki. Demokrasi di Negara modern yang di pahami secara sempit yang di gambarkan di atas memungkinkan sistem pemilihan yang secara khusus tidak menguntungkan bagi perempuan. Dapat di perdebatkan, sistem pemilihan Westminster merupakan rintangan besar bagi perwakilan perempuan (hal. 48-49).

Perjuangan feminisasi politik yang diakui penulis memang masih terjal. Tetapi itu tidaklah kemudian menyurutkan spirit kaum feminis untuk bergerak lebih maju, karena jalan terjal inilah yang akan membuka tabir dan titik terang untuk pencerahan kaum perempuan di masa depan.

Tempatkan Masyarakat sebagai Mitra

Bencana alam dan lingkungan hidup merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya terus menjadi bahan kajian yang selalu dikaitkan dengan perilaku kehidupan manusia. Itu sebabnya pengelolaan lingkungan hidup menjadi sangat penting dalam kehidupan sehari‑hari.

Demikian dikemukakan anggota DPD RI Drs HA Hafidh Asrom MM kepada wartawan, Jumat (12/3), berkaitan dengan diselenggarakannya diskusi interaktif di RRI Programa I Yogyakarta, Sabtu (13/3) hari ini.

"Masyarakat di tingkat lokal harus dirangsang untuk berpartisipasi aktif membuat aturan pengelolaan sumberdaya alam daerahnya. Sedangkan pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator pembangunan, di samping adanya bantuan teknis dan fasilitator dari lembaga‑lembaga yang berwenang," kata dia.

Untuk meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaan lingkungan berbasis masyarakat, sangat diperlukan adanya konsultan yang dapat mempercepat proses peningkatan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan.

Menurut Hafidh Asrom, masyarakat perlu ditempatkan sebagai mitra kerja dalam perencanaan, pengelolaan dan pelestarian lingkungan termasuk pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya alam.

"Kelompok‑kelompok masyarakat harus dilibatkan aktif dalam proses perencanaan dan pengawasan serta evaluasi suatu program pemberdayaan lingkungan hidup," ujar Hafidh Asrom yang juga calon bupati Sleman ini.

Pengelolaan Lingkungan hidup berbasis masyarakat, lanjut dia, diperlukan mengungat degradasi atau kerusakan lingkungan semakin kritis sehingga diperlukan upaya pemulihan. "Jika ini bisa dilakukan sedikit demi sedikit krisis lingkungan bisa ditekan. Masyarakat dapat memberikan kontribusi untuk memecahkan masalah-masalah lingkungan," harapnya.

Berdampak ke petani

Dari berbagai hasil penelitian dan bukti empirik lainnya, krisis lingkungan hidup di Indonesia dari tahun ke tahun meningkat. Setidaknya ini terbukti semakin maraknya musibah bencana alam berupa tanah longsor, banjir maupun pencemaran lingkungan.

Setidaknya pula, berdasarkan data dari Dirjen Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum yang dirilis awal Maret 2010, sekitar 70 juta penduduk Indonesia hidup tanpa sanitasi dasar dan air bersih layak minum.

Dari perspektif ekonomi, krisis lingkungan dalam skala besar mempengaruhi iklim. Dampaknya dirasakan langsung para petani. Siklus aktivitas petani berubah seiring berubahnya pola tanam.

Hal yang sama dirasakan para nelayan yang tak bisa melaut karena ombak besar. "Jika kondisi ini tidak segera dilakukan penyelamatan diyakini bisa menimbulkan krisis lingkungan yang lebih besar," tambahnya.

Sebagai perbandingan, dari hasil survai tentang Environmental Performance Index (EPI) 2008 yang dilakukan Universitas Yale, disebutkan Indonesia kini berada di urutan ke‑102 dari 149 negara yang berwawasan lingkungan. Sedangkan Malaysia menempati peringkat 26.

Begitu pula eskalasi pemanasan bumi. Hasil kajian Kementerian Negara Lingkungan Hidup (2007), menunjukkan bahwa 11 dari 12 tahun terpanas sejak tahun 1850 terjadi dalam waktu 12 tahun terkhir.

Kenaikan suhu sejak tahun 1850‑2005 adalah 0,76 derajat Celcius, dengan kenaikan tinggi muka laut rata‑rata 1,8 mm per tahun yakni tahun 1961‑2003 dan menjadi 0,17 meter pada abad XX.

Sampah Pemicu Kerusakan Lingkungan

Tingginya volume sampah yang mencapai 6.500 ton per hari, nampaknya menimbulkan ancaman adanya kerusakan lingkungan di wilayah DKI Jakarta. Terlebih jumlah penduduk kian bertambah sehingga tidak menutup kemungkinan volume sampah pun akan turut bertambah. Saat ini, tercatat jumlah penduduk DKI sebanyak 9,7 juta jiwa pada saat malam hari. Sedangkan di siang hari, jumlahnya bisa mencapai 12,5 juta.

"Sampah menjadi faktor penentu bagi kualitas lingkungan kita. Bukan hanya pada saat ini saja, namun juga pada masa yang akan datang," kata Fauzi Bowo, Gubernur DKI Jakarta, pada Seminar Manajemen Sampah dan Lingkungan Hidup di Jakarta, di Hotel Grand Cempaka, Kamis (11/3) sore.

Sejatinya Pemprov DKI telah mulai melakukan berbagai penanganan terhadap sampah. Misalnya untuk sampah padat, penanganannya melalui pendekatan kepada masyarakat. Cara lama yang digunakan masyarakat dalam membuang sampah, yakni sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang. Pola ini mulai diubah secara perlahan, yakni Pemprov DKI menekankan cara yang lebih tepat dengan pola 3R yaitu, Reuse (menggunakan kembali), Reduce (Mengurangi), Recycle (daur ulang). Pola ini sudah diterapkan di 700 RW di DKI dan ke depan akan dikembangkan lagi hingga ke seluruh RW di DKI yang mencapai 2.500 RW.

Pemprov DKI juga mengembangkan pengelolaan sampah secara modern. Salah satunya kerja sama dengan Pemerintah Kota Bekasi dalam program memproses sampah menjadi energi. Saat ini program tersebut sudah rampung dan tinggal menunggu proses ujicoba. Untuk tahap awal, energi listrik yang akan dihasilkan sebesar 2 mega watt (MW). Namun nantinya ditargetkan bisa mencapai energi sebesar 26 mega watt. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi dampak lingkungan. Selain itu masyarakat juga diuntungkan karena punya benefit dari energi yang dihasilkan.

Sedangkan untuk sampah cair, Pemprov DKI kini juga tengah menyiapkan program penanganannya. Ini adalah kelanjutan dari program pengolahan limbah cair di Setiabudi dan Kuningan yang pernah diterapkan beberapa tahun lalu. Program yang dananya mendapat bantuan dari pemerintah Jepang ini akan membuat sistem penanganan limbah cair secara terintegrasi, sehingga mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan.

Ketua DPD Gerindra DKI Jakarta, Muhammad Taufik mengatakan, masalah sampah memang sengaja diangkat dalam acara diskusi ini. Sebab partainya itu peduli dengan masalah lingkungan khususnya sampah. Dengan volume sampah di DKI Jakarta yang setiap harinya mencapai 6.500 ton, tentu berdampak bagi lingkungan. "Melalui diskusi ini, nantinya diharapkan didapat sebuah hal bermanfaat," katanya.

Taufik juga mengajak seluruh masyarakat mendukung program penanganan sampah. Karena masalah sampah memang bukan hanya menjadi masalah pemerintah semata, melainkan juga masalah seluruh masayarakat. "Kita mengajak seluruh masyarakat menyelesaiakan permasalahan sampah ini secara bersama-sama," pungkasnya.

RTRWP Kalteng Segera Selesai

Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyatakan segera menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kalteng. Penyelesaian RTRWP Kalteng lebih cepat, lebih baik.

Pernyataan tersebut diungkapkan Menhut pada saat menerima Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang bersama rombongannya di Kantor Kementerian Kehutanan RI di Jakarta, Jumat (5/3).

Pertemuan Gubernur Kalteng dengan Menhut, antara lain membicarakan masalah rekomendasi atas permohonan Ijin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk Pertambangan (IPPKH) dan Ijin Pelepasan Kawasan Hutan untuk Perkebunan (IPKH).

Mengenai RTRWP, sebagaimana diketahui telah masuk dalam program kerja 100 SBY. Masalah RTRWP Kalteng ini telah dilaporkan Gubernur Kalteng kepada Presiden SBY pada pertemuan Gubernur se-Indonesia (Rakernas APPSI) di Palangka Raya, Desember 2009, dan disampaikan kembali oleh Gubernur pada Rakor di Cipanas, 3-4 Februari 2010.

Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Pemrov Kalteng Kardinal Tarung, sangat merespon positif hasil pertemuan dengan Menteri Kehutanan itu.

Teras mengharapkan segera selesai sesuai dengan konsepakatan awal bahwa pemerintah menargetkan penuntasan RTRWP Kalteng dalam 100 hari program kerja Kabinet Indonesia Baru II.

Teras mengaku, proses keabsahan RTRWP Kalteng memerlukan perjuangan panjang, “Meski demikian, bukan berarti upaya ini akan terhenti,” kata Teras.

Teras tetap bertekad menyelesaikan RTRWP Kalteng guna memastikan status hukum ratusan rekomendasi yang telah dikeluarkan, bidang perkebunan maupun pertambangan.

Kardinal juga mengemukakan, dalam pertemuan itu Menhut telah menyampaikan hal-hal yang menjadi kewenangannya.

Sementara untuk setiap rekomendasi dari Bupati/Walikota atau Gubernur tentang permohonan IPPKH dan PKH, terlebih dahulu akan dilakukan check lapangan.

Saat ini di Kalteng, pemohon ijin pinjam pakai kawasan hutan untuk tambang (IPPKH) sebanyak 200 buah dan PKH untuk perkebunan sebanyak 14 buah.

Menurut Kardinal, dalam pertemuan Menteri Kehutanan didampingi Dirjen Planalogi, sementara Gubernur didampingi Kadishut Anung Setyadi, Kadisbun Erman P Ranan, Kadistamben Yulian Taruna, Karo Ekonomi, dan Karo Hukum.

Usai acara di Kementerian Kehutanan, dilanjutkan pertemuan Gubernur dengan pengusaha terkait rencana pembangunan pembangkit listrik sebesar 2x100 MW di Kalteng.