Minggu, 23 Mei 2010

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Jakarta, 28 Agustus 2003
Nomor : 110-2111
Sifat : Segera
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Keputusan Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2003
KEPADA YTH.
SDR. BUPATI / WALIKOTA
DI -
SELURUH INDONESIA


Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan pada tanggal
31 Mei 2003, bersama ini kami sampaikan Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan
Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah
Kabupaten/ Kota, dengan penjelasan sebagai berikut :
Sesuai Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003, norma dan standar
mekanisme ketatalaksanaan kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota terdiri atas :
pemberian ijin lokasi;
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
penyelesaian sengketa tanah garapan;
penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk kegiatan
pembangunan;
penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee;
penetapan dan penyelesaian tanah ulayat;
pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah koson
pemberian ijin membuka tanah;
perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/ kota.

Untuk tercapainya kesatuan pemahaman dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya
persamaan persepsi terhadap beberapa pengertian yang berkaitan dengan kegiatan :

Pemberian ijin lokasi :
Ijin lokasi adalah ijin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah
yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin
pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
pcnanaman modal.
Perusahaan adalah perseorangan atau badan hukum yang telah memperoleh ijin untuk
melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
Penanaman modal adalah usaha menanamkan modal yang menggunakan maupun tidak
menggunakan fasilitas penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri.

Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan :
Kepentingan umum adalah kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
berfungsi melayani dan memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.

Pengadaan Tanah adalah kegiatan untuk memperoleh tanah baik dengan cara
memberikan ganti kerugian maupun tanpa memberikan ganti kerugian (penyerahan
secara sukarela).

Instansi Pemerintah adalah Lembaga Tinggi Negara, Kementerian Negara,
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah.

Pembangunan untuk kepentingan umum adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan
dan dimiliki Pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan, antara
lain dalam bidang :
jalan umum, saluran pembuangan air;
waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
pelabuhan atau bandar udara atau terminal;
peribadatan;
pendidikan atau sekolahan;
pasar umum atau pasar Inpres;
fasilitas pemakaman umum;
fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya
banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
pos dan telekomunikasi;
sarana olahraga;
stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya;
kantor Pemerintah;
fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain tersebut di atas, ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.

Penyelesaian sengketa tanah garapan :
Tanah garapan adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan
sesuatu hak yang dikerjakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan
persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu
tertentu.
Sengketa tanah garapan adalah pertikaian ataupun perbedaan kepentingan dari dua
pihak atau lebih atas tanah garapan.

Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk kegiatan
pembangunan :

Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman
dan/ atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah akibat pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah, dalam bentuk uang, tanah pengganti, pemukiman
kembali, gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian tersebut atau bentuk
lain.

Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee :
Tanah kelebihan maksimum adalah tanah pertanian yang luasnya melebihi ketentuan
batas luas maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 56
Prp Tahun 1960.
Tanah absentee adalah tanah pertanian dimana pemiliknya berdomisili di luar
kecamatan letak tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961.
Penetapan objek redistribusi adalah penetapan tanah kelebihan maksimum dan tanah
absentee menjadi tanah objek landreform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.
Penetapan subjek redistribusi adalah penetapan orang yang mempunyai tanah
pertanian yang terkena ketentuan kelebihan maksimum dan absentee.
Penetapan penerima redistribusi adalah penctapan petani penerima tanah objek
landreform yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee dan memenuhi
syarat ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun l961.
Panitia Pertimbangan Landreform adalah panitia yang bertugas memberikan saran
dan pertimbangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan landreform.

Penetapan dan penyelesaian tanah ulayat :
Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat adalah kewenangan yang
menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari
sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup
dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah
yang bersangkutan.
Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu
masyarakat hukum adat tertentu.
Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong :

Tanah kosong adalah :
tanah yang dikuasai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak
pakai;
tanah hak pengelolaan, atau
tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya, tetapi belum diperoleh hak atas
tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
sebagainya;

yang belum dipergunakan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian haknya atau
Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku.

Pemberian ijin membuka tanah :

Ijin membuka tanah adalah ijin yang diberikan kepada seseorang untuk mengambil
manfaat dan mempergunakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Perencanaan penggunaan Tanah wilayah kabupaten/kota :
Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten / kota adalah pelaksanaan dan
penetapan letak tepat rencana kegiatan pembangunan yang telah jelas anggarannya
baik oleh Pemerintah, swasta maupun perorangan yang akan membutuhkan tanah di
wilayah kabupaten/ kota tersebut berdasarkan data dan informasi Pola
Penatagunaan Tanah yang sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah.
Pola Penatagunaan Tanah adalah informasi mengenai keadaan penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) sesuai dengan fungsi kawasan yang
disiapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
Azas perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten / kota adalah terbuka untuk
umum, mendahulukan kepentingan umum dan kemampuan tanah serta daya dukung
lingkungan.

Demikian untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL


Prof. Ir.LUTFI I. NASOETION, MSc., Ph.D
NIP. 130367083


Tembusan : disampaikan kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia.
Menteri Kabinet Gotong Royong.
Kepala/Ketua Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Gubernur di seluruh Indonesia.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi di seluruh Indonesia.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.


======

TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI PMA/PMDN

Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor : 2 Tahun 2003
Tanggal : 28-08-2003

A. PEMBERIAN IJIN LOKASI NO NORMA STANDARD MEKANISME KETATALAKSANAAN KUALITAS
PRODUK KUALITAS
SDM
1 2 3 4 5
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) I. PERSIAPAN :
Menerima dan memeriksa kelengkapan berkas permohonanan
Mengkompilasikan bahan koordinasi yang berisi antara lain :
Rencana pembangunan daerah seperti Propeda, rencana tata ruang
Peta-peta penatagunaan tanah dari Kantor Pertanahan setempat
II. PELAKSANAAN :
Melaksanakan rapat koordinasi dipimpin oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk dengan melibatkan instansi terkait dan peran serta masyarakat dengan
memperhatikan :
Kemampuan permohonan berkaitan dengan luas tanah yang dimohonkan yang ditinjau
dari permodalan, tenaga ahli, manajemen dan lain-lain.
Batas luas maksimum tanah yang akan dimohonkan ijin lokasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 2 Tahun 1999).
Ketentuan mengenai tanah-tanah yang tidak diperlukan izin lokasi sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999).
Pencegahan konversi sawah irigasi teknis.
Kawasan-kawasan yang dilindungi seperti hutan lindung, situs budaya dan
lain-lain.
Ketersediaan tanah dan kepertingan masyarakat setempat dan sekitarnya.

Melaksanakan peninjauan lokasi masyarakat setempat dan sekitarnya
Menyiapkan Berita Acara Koordinasi yang berisi Pertimbangan Teknis Penatagunaan
Tanah dan pertimbangan Teknis instansi terkait.
Membuat peta sebagai lampiran Surat Keputusan Izin Lokasi.
Menerbitkan Surat Keputusan Izin Lokasi.
Dalam hal permohonan izin lokasi dikabulkan, maka Surat Keputusan Izin Lokasi
tersebut harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Masa berlaku Izin Lokasi.
Izin Lokasi tidak menghapuskan hak keperdataan masyarakat
Izin Lokasi tidak boleh dialihkan dan diperjualbelikan sehingga merubah sifat
dan tujuan pemberian Izin Lokasi.
Dilarang membebaskan tanah di luar areal Izin Lokasi.
Mengajukan permohonan hak atas tanah yang telah diperolah
Izin Lokasi Bukan merupakan alas hak atas tanah
Izin Lokasi bukan merupakan izin membuka tanah
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Izin Lokasi dengan
mengefektifkan Tim Pengawasan dan Pengendalian Pengadaan/Pemebbasa n Tanah (Tim
WASDAL)

III. PELAPORAN
Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan penerbitan izin Lokasi dan realisasi
Pemerintah cq. Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi setempat.

On May 19, 2010, at 11:00 AM, Nordin wrote:

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA KEPALA BADAN PERTANAHAN

NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI PMA/PMDN

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan ketentuan
mengenai keharusan diperolehnya Izin Lokasi sebelum suatu perusahaan memperoleh
tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya;
b. bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut pada dasarnya merupakan pengarahan
lokasi penanaman modal sebagai pelaksanaan penataan ruang dalam aspek
pertanahannya;
c. bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut telah diperluas sehingga meliputi juga
izin untuk memperoleh tanah untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan
penanaman modal;
d. bahwa untuk menjamin terlaksananya maksud Izin Lokasi sebagaimana dimaksud di
atas, perlu mengembalikan fungsi Izin Lokasi tersebut dan membatasinya untuk
keperluan penanaman modal dengan menetapkan ketentuan umum mengenai Izin Lokasi
dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Mengingat:

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970;
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970;
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pemerintahan di Daerah;
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
8. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
9. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998;
10. Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara.
11. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Kabinet Reformasi
Pembangunan;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
TENTANG IZIN LOKASI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh
tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai
izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
penanaman modalnya.
2. Perusahaan adalah perseorangan atau badan hukum yang telah memperoleh izin
untuk melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian sahamnya
dimiliki oleh orang atau badan hukum yang sama baik secara langsung maupun
melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa,
sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.
4. Penanaman modal adalah usaha menanamkan modal yang menggunakan maupun yang
tidak menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor
12 Tahun 1970.
5. Hak atas tanah adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal
16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
6. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya .


Pasal 2

(1) Setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib
mempunyai Izin Lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan
rencana penanaman modal yang bersangkutan, kecuali dalam hal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2);
(2) Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap dipunyai oleh perusahaan yang
bersangkutan dalam hal:
a. tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (in-breng) dari para pemegang
saham,
b. tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan
lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana
penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh
persetujuan dari instansi yang berwenang,
c. tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri
dalam suatu Kawasan Industri,
d. tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara
pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan
tersebut,
e. tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah
berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai
ketentuan yang berlaku, sedangkan letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi
usaha yang bersangkutan,
f. tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih
dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari
10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) untuk usaha bukan pertanian, atau
g. tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal
adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan
ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan
rencana penanaman modal yang bersangkutan.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2). perusahaan yang bersangkutan
memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan tanah yang
bersangkutan kepada Kantor Pertanahan.


BAB II

TANAH YANG DAPAT DITUNJUK DENGAN IZIN LOKASI

Pasal 3
Tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah tanah yang menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan
rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut
persetujuan penanaman modal yang dipunyainya.


Pasal 4

(1) Izin Lokasi dapat diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapat
persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah
dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan
seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut
dan perusahaan-perusaha an lain yang merupakan suatu group perusahaan dengannya
tidak lebih dari luasan sebagai berikut:
a. Untuk usaha pengembangan perumahan dan pemukiman:
1) Kawasan perumahan pemukiman:
1 propinsi 400 Ha
Seluruh Indonesia: 4.000 Ha
2) Kawasan resort perhotelan:
1 propinsi 200 Ha
Seluruh Indonesia: 2.000 Ha
b. Untuk Usaha Kawasan Industri:
1 Propinsi 400 Ha
Seluruh Indonesia 4.000 Ha
c. Untuk Usaha Perkebunan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar dengan
diberikan Hak Guna Usaha:
1) Komoditas tebu:
1 Propinsi: 60.000 Ha
Seluruh Indonesia: 150.000 Ha
2) Komoditas lainnya:
1 Propinsi: 20.000 Ha
Seluruh Indonesia: 100.000 Ha
d. Untuk Usaha Tambak:
1) Di P. Jawa:
1 Propinsi 100 Ha
Seluruh Jawa 1.000 Ha
2) Di luar P. Jawa
1 Propinsi 200 Ha
Seluruh Luar Jawa: 2000 Ha
(2) Khusus untuk Propinsi Daerah Tingkat t Irian Jaya maksimum luas penguasaan
tanah adalah dua kali maksimum luas penguasaan tanah untuk satu Propinsi di luar
Jawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(3) Untuk keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi
perusahaan pemohon wajib menyampaikan pernyataan tertulis mengenai luas tanah
yang sudah dikuasai olehnya dan perusahaan-perusaha an lain yang merupakan satu
group dengannya.
(4) Ketentuan di dalam pasal ini tidak berlaku untuk
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan
Badan Usaha Milik Daerah
b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Negara,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
c. Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
masyarakat dalam rangka "go public".


BAB III

JANGKA WAKTU IZIN LOKASI

Pasal 5

(1) Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:
a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha: 1 (satu) tahun;
b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha: 2 (dua) tahun;
c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha: 3 (tiga) tahun.
(2) Perolehan tanah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka
waktu lain Lokasi.
(3) Apabila dalam jangka waktu Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
perolehan tanah belum selesai, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka
waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih
dari 50%o dan luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi apabila perolehan tanah
tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi, termasuk
perpanjangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka perolehan
tanah tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang Izin Lokasi dan terhadap
bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian
mengenai luas pembangunan dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat
dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu
kesatuan bidang;
b. dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat.



BAB IV

TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

Pasal 6

(1) Izin Lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan
tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan
tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah serta
kemampuan tanah.
(2) Surat keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh
Bupati/Walikotamady a atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur
Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antar
instansi terkait, yang dipimpin olah Bupati/Walikotamady a atau untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau
oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya.
(3) Bahan-bahan untuk keperluan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersiapkan oleh Kepala
Kantor Pertanahan.
(4) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai konsultasi
dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.
(5) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi aspek sebagai
berikut:
a. Penyebarluasan informasi, mengenai rencana penanaman modal yang akan
dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta
penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut;
b. Pembebasan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh
penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan
masalah yang ditemui;
c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data sosial
dan lingkungan yang diperlukan;
d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya
ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan Izin Lokasi.


Pasal 7

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Lokasi ditetapkan
oleh Bupati/Walikotamady a atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Sebelum ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pemberian
Izin Lokasi dilaksanakan menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak
Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal dan ketentuan pelaksanaannya dengan
penyesuaian seperlunya dengan ketentuan dalam peraturan ini.


BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN LOKASI

Pasal 8

(1) Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal Izin
Lokasi hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang
hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli
pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2) Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi
sesuai ketentuan pada ayat (1), maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang
sudah ada atas tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui,
termasuk kewenanganyang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah
untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat) dan kewenangan untuk menggunakan
dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana
tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak
lain.
(3) Pemegang Izin Lokasi wajib menghormati kepentingan pihak-pihak lain atas
tanah yang belum dibebaskan sebagaimana dimaksud peda ayat (1), tidak menutup
atau mengurangi aksesibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi, dan
menjaga serta melindungi kepentingan umum
(4) Sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan kepentingan pihak
lain, maka kepada pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang
memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan
keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.

Pasal 9

Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk melaporkan secara berkala setiap 3
(tiga) bulan kepada Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah
dilaksanakannya berdasarkan Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah
tersebut.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10

Izin Lokasi yang sudah dikeluarkan sebelum berlakunya peraturan ini tetap
berlaku sampai jangka waktunya habis, areal yang melebihi luas tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka Izin Lokasi itu hanya dapat
dilaksanakan sesudah berlakunya peraturan ini untuk luas areal yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 4 tersebut.

Pasal 11

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Februari 1999

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

ttd.



HASAN BASRI DURIN

Tidak ada komentar: