Minggu, 23 Mei 2010

Kalteng Berharap Penetapan Wilayah KPH Selesai 2011

Palangka Raya (ANTARA News) - Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah berharap penetapan wilayah kesatuan pengelolaan hutan (KPH) daerah setempat bisa selesai pada tahun 2011 sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

"Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2007 tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan," kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang, di Palangka Raya, Sabtu.

Pihaknya mengharapkan Dinas Kehutanan Pemprov Kalteng dapat bekerja semaksimal mungkin serta secepatnya dapat mewujudkan apa yang menjadi amanat PP tersebut.

Ia mengakui bahwa persoalan tata ruang atau peruntukan kawasan hutan di Kalteng masih belum ditetapkan oleh pemerintah pusat, namun pemprov juga harus berusaha untuk memenuhi kewajiban pembentukan kesatuan pengelolaan hutan (KPH) sesuai dengan PP yang ada.

"Kami sebelumnya telah melakukan kerja sama dengan pihak Kemitraan bagi pembaruan tata pemerintahan untuk melakukan kegiatan konsultasi publik dengan para pegawai yang mengurusi masalah kehutanan di kabupaten/kota, terkait penyusunan rancang bangun KPH tersebut," ucap Teras.

Menurut dia, penyusunan rancang bangun KPH itu adalah merupakan tanggung jawab Pemprov Kalteng dengan pertimbangan bupati atau wali kota dalam pelaksanaannya.

Oleh karena itu, draf rancang bangun KPH yang telah disiapkan oleh Pemprov Kalteng itu perlu dikonsultasikan kepada publik agar mendapat masukan yang bermanfaat dalam penyempurnaan sebelum disampaikan kepada pihak Menteri Kehutanan.

Sementara itu, Kepala Program Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kemitraan bagi pembaruan tata pemerintahan Avi Mahaningtyas mengungkapkan, konsultasi publik dalam penyusunan rancang bangun KPH itu yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu merupakan salah satu perangkat penting.

"Konsultasi publik itu penting dilakukan karena, meningkatkan partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses penyusunan peraturan," jelas Avi.

Selain itu, Avi juga mengharapkan, dengan telah dilakukannya acara konsultasi publik tersebut, maka KPH yang ada di Kalteng dapat diselesaikan secara tepat waktu sesuai dengan PP yang ada, dan bisa berdampak pada pengurangan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja serta mengupayakan keberlanjutan lingkungan hidup.

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Jakarta, 28 Agustus 2003
Nomor : 110-2111
Sifat : Segera
Lampiran : 1 (satu) eksemplar
Perihal : Keputusan Kepala BPN Nomor 2 Tahun 2003
KEPADA YTH.
SDR. BUPATI / WALIKOTA
DI -
SELURUH INDONESIA


Sehubungan dengan telah diterbitkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan pada tanggal
31 Mei 2003, bersama ini kami sampaikan Keputusan Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 2 Tahun 2003 tentang Norma dan Standar Mekanisme Ketatalaksanaan
Kewenangan Pemerintah Di Bidang Pertanahan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah
Kabupaten/ Kota, dengan penjelasan sebagai berikut :
Sesuai Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003, norma dan standar
mekanisme ketatalaksanaan kewenangan Pemerintah di bidang pertanahan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/ Kota terdiri atas :
pemberian ijin lokasi;
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan;
penyelesaian sengketa tanah garapan;
penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk kegiatan
pembangunan;
penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee;
penetapan dan penyelesaian tanah ulayat;
pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah koson
pemberian ijin membuka tanah;
perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/ kota.

Untuk tercapainya kesatuan pemahaman dalam pelaksanaannya, diperlukan adanya
persamaan persepsi terhadap beberapa pengertian yang berkaitan dengan kegiatan :

Pemberian ijin lokasi :
Ijin lokasi adalah ijin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah
yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin
pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
pcnanaman modal.
Perusahaan adalah perseorangan atau badan hukum yang telah memperoleh ijin untuk
melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
Penanaman modal adalah usaha menanamkan modal yang menggunakan maupun tidak
menggunakan fasilitas penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri.

Penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan :
Kepentingan umum adalah kepentingan yang menyangkut hajat hidup orang banyak,
berfungsi melayani dan memenuhi kebutuhan seluruh lapisan masyarakat.

Pengadaan Tanah adalah kegiatan untuk memperoleh tanah baik dengan cara
memberikan ganti kerugian maupun tanpa memberikan ganti kerugian (penyerahan
secara sukarela).

Instansi Pemerintah adalah Lembaga Tinggi Negara, Kementerian Negara,
Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah.

Pembangunan untuk kepentingan umum adalah kegiatan pembangunan yang dilakukan
dan dimiliki Pemerintah dan tidak digunakan untuk mencari keuntungan, antara
lain dalam bidang :
jalan umum, saluran pembuangan air;
waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi;
rumah sakit umum dan pusat-pusat kesehatan masyarakat;
pelabuhan atau bandar udara atau terminal;
peribadatan;
pendidikan atau sekolahan;
pasar umum atau pasar Inpres;
fasilitas pemakaman umum;
fasilitas keselamatan umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya
banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
pos dan telekomunikasi;
sarana olahraga;
stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya;
kantor Pemerintah;
fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum selain tersebut di atas, ditetapkan
dengan Keputusan Presiden.

Penyelesaian sengketa tanah garapan :
Tanah garapan adalah sebidang tanah yang sudah atau belum dilekati dengan
sesuatu hak yang dikerjakan atau dimanfaatkan oleh pihak lain baik dengan
persetujuan atau tanpa persetujuan yang berhak dengan atau tanpa jangka waktu
tertentu.
Sengketa tanah garapan adalah pertikaian ataupun perbedaan kepentingan dari dua
pihak atau lebih atas tanah garapan.

Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah untuk kegiatan
pembangunan :

Ganti kerugian adalah penggantian atas nilai tanah berikut bangunan, tanaman
dan/ atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah akibat pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah, dalam bentuk uang, tanah pengganti, pemukiman
kembali, gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian tersebut atau bentuk
lain.

Penetapan subjek dan objek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah
kelebihan maksimum dan tanah absentee :
Tanah kelebihan maksimum adalah tanah pertanian yang luasnya melebihi ketentuan
batas luas maksimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 56
Prp Tahun 1960.
Tanah absentee adalah tanah pertanian dimana pemiliknya berdomisili di luar
kecamatan letak tanahnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Peraturan Pemerintah
Nomor 224 Tahun 1961.
Penetapan objek redistribusi adalah penetapan tanah kelebihan maksimum dan tanah
absentee menjadi tanah objek landreform sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.
Penetapan subjek redistribusi adalah penetapan orang yang mempunyai tanah
pertanian yang terkena ketentuan kelebihan maksimum dan absentee.
Penetapan penerima redistribusi adalah penctapan petani penerima tanah objek
landreform yang berasal dari tanah kelebihan maksimum dan absentee dan memenuhi
syarat ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun l961.
Panitia Pertimbangan Landreform adalah panitia yang bertugas memberikan saran
dan pertimbangan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan landreform.

Penetapan dan penyelesaian tanah ulayat :
Hak ulayat dan yang serupa itu dari masyarakat hukum adat adalah kewenangan yang
menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat tertentu atas wilayah
tertentu yang merupakan lingkungan para warganya untuk mengambil manfaat dari
sumber daya alam, termasuk tanah, dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup
dan kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun
temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah
yang bersangkutan.
Tanah ulayat adalah bidang tanah yang di atasnya terdapat hak ulayat dari suatu
masyarakat hukum adat tertentu.
Masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena kesamaan tempat
tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong :

Tanah kosong adalah :
tanah yang dikuasai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak
pakai;
tanah hak pengelolaan, atau
tanah yang sudah diperoleh dasar penguasaannya, tetapi belum diperoleh hak atas
tanahnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau
sebagainya;

yang belum dipergunakan sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian haknya atau
Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku.

Pemberian ijin membuka tanah :

Ijin membuka tanah adalah ijin yang diberikan kepada seseorang untuk mengambil
manfaat dan mempergunakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.

Perencanaan penggunaan Tanah wilayah kabupaten/kota :
Perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten / kota adalah pelaksanaan dan
penetapan letak tepat rencana kegiatan pembangunan yang telah jelas anggarannya
baik oleh Pemerintah, swasta maupun perorangan yang akan membutuhkan tanah di
wilayah kabupaten/ kota tersebut berdasarkan data dan informasi Pola
Penatagunaan Tanah yang sesuai dengan fungsi kawasan dalam Rencana Tata Ruang
Wilayah.
Pola Penatagunaan Tanah adalah informasi mengenai keadaan penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T) sesuai dengan fungsi kawasan yang
disiapkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota.
Azas perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten / kota adalah terbuka untuk
umum, mendahulukan kepentingan umum dan kemampuan tanah serta daya dukung
lingkungan.

Demikian untuk dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.
KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL


Prof. Ir.LUTFI I. NASOETION, MSc., Ph.D
NIP. 130367083


Tembusan : disampaikan kepada Yth.
Presiden Republik Indonesia.
Menteri Kabinet Gotong Royong.
Kepala/Ketua Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Gubernur di seluruh Indonesia.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi di seluruh Indonesia.
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.


======

TENTANG TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI PMA/PMDN

Lampiran : Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional
Nomor : 2 Tahun 2003
Tanggal : 28-08-2003

A. PEMBERIAN IJIN LOKASI NO NORMA STANDARD MEKANISME KETATALAKSANAAN KUALITAS
PRODUK KUALITAS
SDM
1 2 3 4 5
1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
(UUPA) I. PERSIAPAN :
Menerima dan memeriksa kelengkapan berkas permohonanan
Mengkompilasikan bahan koordinasi yang berisi antara lain :
Rencana pembangunan daerah seperti Propeda, rencana tata ruang
Peta-peta penatagunaan tanah dari Kantor Pertanahan setempat
II. PELAKSANAAN :
Melaksanakan rapat koordinasi dipimpin oleh Bupati/Walikota atau pejabat yang
ditunjuk dengan melibatkan instansi terkait dan peran serta masyarakat dengan
memperhatikan :
Kemampuan permohonan berkaitan dengan luas tanah yang dimohonkan yang ditinjau
dari permodalan, tenaga ahli, manajemen dan lain-lain.
Batas luas maksimum tanah yang akan dimohonkan ijin lokasi sesuai dengan
ketentuan yang berlaku (Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 2 Tahun 1999).
Ketentuan mengenai tanah-tanah yang tidak diperlukan izin lokasi sebagaimana
ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999).
Pencegahan konversi sawah irigasi teknis.
Kawasan-kawasan yang dilindungi seperti hutan lindung, situs budaya dan
lain-lain.
Ketersediaan tanah dan kepertingan masyarakat setempat dan sekitarnya.

Melaksanakan peninjauan lokasi masyarakat setempat dan sekitarnya
Menyiapkan Berita Acara Koordinasi yang berisi Pertimbangan Teknis Penatagunaan
Tanah dan pertimbangan Teknis instansi terkait.
Membuat peta sebagai lampiran Surat Keputusan Izin Lokasi.
Menerbitkan Surat Keputusan Izin Lokasi.
Dalam hal permohonan izin lokasi dikabulkan, maka Surat Keputusan Izin Lokasi
tersebut harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Masa berlaku Izin Lokasi.
Izin Lokasi tidak menghapuskan hak keperdataan masyarakat
Izin Lokasi tidak boleh dialihkan dan diperjualbelikan sehingga merubah sifat
dan tujuan pemberian Izin Lokasi.
Dilarang membebaskan tanah di luar areal Izin Lokasi.
Mengajukan permohonan hak atas tanah yang telah diperolah
Izin Lokasi Bukan merupakan alas hak atas tanah
Izin Lokasi bukan merupakan izin membuka tanah
Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan Izin Lokasi dengan
mengefektifkan Tim Pengawasan dan Pengendalian Pengadaan/Pemebbasa n Tanah (Tim
WASDAL)

III. PELAPORAN
Bupati/Walikota melaporkan pelaksanaan penerbitan izin Lokasi dan realisasi
Pemerintah cq. Badan Pertanahan Nasional melalui Kepala Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional Provinsi setempat.

On May 19, 2010, at 11:00 AM, Nordin wrote:

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA KEPALA BADAN PERTANAHAN

NASIONAL NOMOR 2 TAHUN 1999

TENTANG

TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI PMA/PMDN

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

Menimbang:

a. bahwa dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan ketentuan
mengenai keharusan diperolehnya Izin Lokasi sebelum suatu perusahaan memperoleh
tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya;
b. bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut pada dasarnya merupakan pengarahan
lokasi penanaman modal sebagai pelaksanaan penataan ruang dalam aspek
pertanahannya;
c. bahwa pemberian Izin Lokasi tersebut telah diperluas sehingga meliputi juga
izin untuk memperoleh tanah untuk keperluan yang tidak ada hubungannya dengan
penanaman modal;
d. bahwa untuk menjamin terlaksananya maksud Izin Lokasi sebagaimana dimaksud di
atas, perlu mengembalikan fungsi Izin Lokasi tersebut dan membatasinya untuk
keperluan penanaman modal dengan menetapkan ketentuan umum mengenai Izin Lokasi
dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional.

Mengingat:

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970;
3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970;
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pemerintahan di Daerah;
5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
6. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna
Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
8. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988 tentang Badan Pertanahan Nasional;
9. Keputusan Presiden Nomor 97 Tahun 1993 tentang Tata Cara Penanaman Modal
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 115 Tahun 1998;
10. Keputusan Presiden Nomor 101 Tahun 1998 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara.
11. Keputusan Presiden Nomor 122/M Tahun 1998 tentang Kabinet Reformasi
Pembangunan;


MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL
TENTANG IZIN LOKASI

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh
tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai
izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha
penanaman modalnya.
2. Perusahaan adalah perseorangan atau badan hukum yang telah memperoleh izin
untuk melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai ketentuan yang berlaku.
3. Group perusahaan adalah dua atau lebih badan usaha yang sebagian sahamnya
dimiliki oleh orang atau badan hukum yang sama baik secara langsung maupun
melalui badan hukum lain, dengan jumlah atau sifat pemilikan sedemikian rupa,
sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung
menentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.
4. Penanaman modal adalah usaha menanamkan modal yang menggunakan maupun yang
tidak menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang nomor 11 Tahun 1970 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undangundang Nomor
12 Tahun 1970.
5. Hak atas tanah adalah hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal
16 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960.
6. Kantor Pertanahan adalah Kantor Pertanahan Kabupaten/Kotamadya .


Pasal 2

(1) Setiap perusahaan yang telah memperoleh persetujuan penanaman modal wajib
mempunyai Izin Lokasi untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan
rencana penanaman modal yang bersangkutan, kecuali dalam hal sebagaimana
dimaksud pada ayat (2);
(2) Izin Lokasi tidak diperlukan dan dianggap dipunyai oleh perusahaan yang
bersangkutan dalam hal:
a. tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (in-breng) dari para pemegang
saham,
b. tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan
lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana
penanaman modal perusahaan lain tersebut, dan untuk itu telah diperoleh
persetujuan dari instansi yang berwenang,
c. tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri
dalam suatu Kawasan Industri,
d. tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara
pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang kawasan pengembangan
tersebut,
e. tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah
berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai
ketentuan yang berlaku, sedangkan letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi
usaha yang bersangkutan,
f. tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih
dari 25 Ha (dua puluh lima hektar) untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari
10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) untuk usaha bukan pertanian, atau
g. tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal
adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan, dengan
ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan
rencana penanaman modal yang bersangkutan.
(3) Dalam hal sebagaimana dimaksud pada ayat (2). perusahaan yang bersangkutan
memberitahukan rencana perolehan tanah dan atau penggunaan tanah yang
bersangkutan kepada Kantor Pertanahan.


BAB II

TANAH YANG DAPAT DITUNJUK DENGAN IZIN LOKASI

Pasal 3
Tanah yang dapat ditunjuk dalam Izin Lokasi adalah tanah yang menurut Rencana
Tata Ruang Wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan
rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut
persetujuan penanaman modal yang dipunyainya.


Pasal 4

(1) Izin Lokasi dapat diberikan kepada perusahaan yang sudah mendapat
persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah
dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan
seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut
dan perusahaan-perusaha an lain yang merupakan suatu group perusahaan dengannya
tidak lebih dari luasan sebagai berikut:
a. Untuk usaha pengembangan perumahan dan pemukiman:
1) Kawasan perumahan pemukiman:
1 propinsi 400 Ha
Seluruh Indonesia: 4.000 Ha
2) Kawasan resort perhotelan:
1 propinsi 200 Ha
Seluruh Indonesia: 2.000 Ha
b. Untuk Usaha Kawasan Industri:
1 Propinsi 400 Ha
Seluruh Indonesia 4.000 Ha
c. Untuk Usaha Perkebunan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar dengan
diberikan Hak Guna Usaha:
1) Komoditas tebu:
1 Propinsi: 60.000 Ha
Seluruh Indonesia: 150.000 Ha
2) Komoditas lainnya:
1 Propinsi: 20.000 Ha
Seluruh Indonesia: 100.000 Ha
d. Untuk Usaha Tambak:
1) Di P. Jawa:
1 Propinsi 100 Ha
Seluruh Jawa 1.000 Ha
2) Di luar P. Jawa
1 Propinsi 200 Ha
Seluruh Luar Jawa: 2000 Ha
(2) Khusus untuk Propinsi Daerah Tingkat t Irian Jaya maksimum luas penguasaan
tanah adalah dua kali maksimum luas penguasaan tanah untuk satu Propinsi di luar
Jawa sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(3) Untuk keperluan menentukan luas areal yang ditunjuk dalam Izin Lokasi
perusahaan pemohon wajib menyampaikan pernyataan tertulis mengenai luas tanah
yang sudah dikuasai olehnya dan perusahaan-perusaha an lain yang merupakan satu
group dengannya.
(4) Ketentuan di dalam pasal ini tidak berlaku untuk
a. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan
Badan Usaha Milik Daerah
b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Negara,
baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
c. Badan usaha yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh
masyarakat dalam rangka "go public".


BAB III

JANGKA WAKTU IZIN LOKASI

Pasal 5

(1) Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut:
a. Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha: 1 (satu) tahun;
b. Izin Lokasi seluas lebih dari 25 Ha s/d 50 Ha: 2 (dua) tahun;
c. Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha: 3 (tiga) tahun.
(2) Perolehan tanah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka
waktu lain Lokasi.
(3) Apabila dalam jangka waktu Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
perolehan tanah belum selesai, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka
waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih
dari 50%o dan luas tanah yang ditunjuk dalam Izin Lokasi apabila perolehan tanah
tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi, termasuk
perpanjangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka perolehan
tanah tidak dapat lagi dilakukan oleh pemegang Izin Lokasi dan terhadap
bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian
mengenai luas pembangunan dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat
dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu
kesatuan bidang;
b. dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat.



BAB IV

TATA CARA PEMBERIAN IZIN LOKASI

Pasal 6

(1) Izin Lokasi diberikan berdasarkan pertimbangan mengenai aspek penguasaan
tanah dan teknis tata guna tanah yang meliputi keadaan hak serta penguasaan
tanah yang bersangkutan, penilaian fisik wilayah, penggunaan tanah serta
kemampuan tanah.
(2) Surat keputusan pemberian Izin Lokasi ditandatangani oleh
Bupati/Walikotamady a atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur
Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diadakan rapat koordinasi antar
instansi terkait, yang dipimpin olah Bupati/Walikotamady a atau untuk Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, oleh Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta, atau
oleh pejabat yang ditunjuk secara tetap olehnya.
(3) Bahan-bahan untuk keperluan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipersiapkan oleh Kepala
Kantor Pertanahan.
(4) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai konsultasi
dengan masyarakat pemegang hak atas tanah dalam lokasi yang dimohon.
(5) Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi aspek sebagai
berikut:
a. Penyebarluasan informasi, mengenai rencana penanaman modal yang akan
dilaksanakan, ruang lingkup dampaknya dan rencana perolehan tanah serta
penyelesaian masalah yang berkenaan dengan perolehan tanah tersebut;
b. Pembebasan kesempatan kepada pemegang hak atas tanah untuk memperoleh
penjelasan tentang rencana penanaman modal dan mencari alternatif pemecahan
masalah yang ditemui;
c. Pengumpulan informasi langsung dari masyarakat untuk memperoleh data sosial
dan lingkungan yang diperlukan;
d. Peran serta masyarakat berupa usulan tentang alternatif bentuk dan besarnya
ganti kerugian dalam perolehan tanah dalam pelaksanaan Izin Lokasi.


Pasal 7

(1) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian Izin Lokasi ditetapkan
oleh Bupati/Walikotamady a atau, untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, oleh
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
(2) Sebelum ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan pemberian
Izin Lokasi dilaksanakan menurut Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan
Pertanahan Nomor 2 Tahun 1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak
Atas Tanah Dalam Rangka Penanaman Modal dan ketentuan pelaksanaannya dengan
penyesuaian seperlunya dengan ketentuan dalam peraturan ini.


BAB V

HAK DAN KEWAJIBAN PEMEGANG IZIN LOKASI

Pasal 8

(1) Pemegang Izin Lokasi diizinkan untuk membebaskan tanah dalam areal Izin
Lokasi hak dan kepentingan pihak lain berdasarkan kesepakatan dengan pemegang
hak atau pihak yang mempunyai kepentingan tersebut dengan cara jual beli
pemberian ganti kerugian, konsolidasi tanah atau cara lain sesuai ketentuan yang
berlaku.
(2) Sebelum tanah yang bersangkutan dibebaskan oleh pemegang Izin Lokasi
sesuai ketentuan pada ayat (1), maka semua hak atau kepentingan pihak lain yang
sudah ada atas tanah yang bersangkutan tidak berkurang dan tetap diakui,
termasuk kewenanganyang menurut hukum dipunyai oleh pemegang hak atas tanah
untuk memperoleh tanda bukti hak (sertifikat) dan kewenangan untuk menggunakan
dan memanfaatkan tanahnya bagi keperluan pribadi atau usahanya sesuai rencana
tata ruang yang berlaku, serta kewenangan untuk mengalihkannya kepada pihak
lain.
(3) Pemegang Izin Lokasi wajib menghormati kepentingan pihak-pihak lain atas
tanah yang belum dibebaskan sebagaimana dimaksud peda ayat (1), tidak menutup
atau mengurangi aksesibilitas yang dimiliki masyarakat di sekitar lokasi, dan
menjaga serta melindungi kepentingan umum
(4) Sesudah tanah yang bersangkutan dibebaskan dari hak dan kepentingan pihak
lain, maka kepada pemegang Izin Lokasi dapat diberikan hak atas tanah yang
memberikan kewenangan kepadanya untuk menggunakan tanah tersebut sesuai dengan
keperluan untuk melaksanakan rencana penanaman modalnya.

Pasal 9

Pemegang Izin Lokasi berkewajiban untuk melaporkan secara berkala setiap 3
(tiga) bulan kepada Kantor Pertanahan mengenai perolehan tanah yang sudah
dilaksanakannya berdasarkan Izin Lokasi dan pelaksanaan penggunaan tanah
tersebut.

BAB VI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 10

Izin Lokasi yang sudah dikeluarkan sebelum berlakunya peraturan ini tetap
berlaku sampai jangka waktunya habis, areal yang melebihi luas tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, maka Izin Lokasi itu hanya dapat
dilaksanakan sesudah berlakunya peraturan ini untuk luas areal yang sesuai
dengan ketentuan Pasal 4 tersebut.

Pasal 11

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 10 Februari 1999

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

ttd.



HASAN BASRI DURIN

70 Persen Perkebunan Sawit Kalbar Milik Malaysia

Pontianak (ANTARA News) - Lembaga Sawit Watch mencatat sekitar 70 persen perkebunan sawit di Provinsi Kalimantan Barat milik investor dari Malaysia.

Kepala Departemen Kampanye dan Pendidikan Publik Sawit Watch Jefri Gideon Saragih, di Pontianak, Rabu, mengatakan investor Malaysia mulai masuk tahun 1999 - 2001 dengan membeli 23 eks kebun sawit milik Salim Group seluas 256 ribu hektare di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi senilai Rp3 triliun.

Ia menjelaskan, ada tiga perusahaan besar milik Malaysia yang menanamkan modalnya di bidang perluasan kebun sawit di Kalbar, yakni Sime Darby, Wilmar, dan Cargil.

"Sungguh ironis kalau hal itu dibiarkan, karena negara tetangga yang akan lebih banyak menikmati hasil produksi CPO (Crude Palm Oil)," katanya.

Menurut data Sawit Watch, luas perkebunan sawit di Indonesia sekitar 9 juta hektare, dikuasai petani sekitar 36 persen, swasta nasional dan asing 43 persen, dan sisanya milik Badan Usaha Milik Negara.

Total produksi CPO pertahun 21,3 juta ton dengan menampung tenaga kerja sekitar 5 juta orang dengan keuntungan negara sekitar 9,12 miliar dolar AS/tahun.

Indonesia dan Malaysia menguasai 80 persen dari sekitar 50 juta ton produksi CPO dunia, kata Jefri.

Jumat, 07 Mei 2010

Walhi Desak Pengusutan Alih Fungsi Hutan


Jum'at 7 Mei 2010
PALANGKARAYA, JUMAT - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalteng menilai, proses alihfungsi kawasan hutan di Kalteng banyak yang tidak prosedural.

Karena itu Walhi mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut masalah tersebut.

Seperti diketahui, alihfungsi kawasan hutan untuk perkebunan harus mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan dari menteri kehutanan, sedangkan alihfungsi hutan untuk pertambangan harus mendapatkan izin pinjam pakai, juga dari menteri kehutanan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng, Arie Rompas mengatakan, banyak alihfungsi hutan yang tidak mengantongi izin dari menteri kehutanan.

Hal itu jelas melanggar aturan hukum sehingga harus ditindak tegas sesuai hukum yang berlaku. Walhi mengaku memiliki data terkait masalah tersebut.

Aroma Korupsi Hutan di Seruyan - Sejumlah Perusahaan Dimiliki Keluarga Bupati

Sabtu , 08 Mei 2010
Carut marut pengelolaan hutan bagi investasi tambang dan perkebunan hampir terjadi di seluruh daerah di Kalteng. Namun, masing-masing kabupaten memiliki karakteristik dan kadar pelanggaran.

Pelanggaran penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan paling mencolok terjadi di Kabupaten Barito Utara (Barut). Sementara Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim) dan Seruyan kencang menggunakan kawasan hutan bagi kegiatan perkebunan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalteng Arie Rompas kepada Tabengan, Jumat (7/5), menyebutkan, Kabupaten Seruyan hingga tahun 2008 telah mengeluarkan izin seluas 598.815ha dari 43 izin perkebunan besar swasta (PBS).

Dari jumlah tersebut, yang sudah melakukan aktivitas perkebunan (opersional) hanya 17 PBS dengan luas 205.602ha dan yang sudah memperoleh izin pelepasan kawasan hutan baru tujuh PBS dengan luas 91.991ha. Sisanya belum memperoleh izin pelepasan kawasan hutan dari Menhut, tetapi sudah melakukan aktivitas, melanggar UU Kehutanan dan UU Lingkungan Hidup.

Menurut Rio, sapaan Arie Rompas, dugaan pelangaran itu terjadi sejak Februari 2004 hingga akhir 2005 dengan adanya upaya memberikan izin perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan produksi dan hutan produksi terbatas seluas 346.188ha atau 274.188ha berada dalam kawasan hutan produksi, 72.000ha dalam kawasan hutan produksi terbatas.

Izin itu dikeluarkan kepada 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit dan diduga 16 di antaranya merupakan milik keluarga dan kroni Bupati Seruyan Darwan Ali.

Selain itu, Darwan juga diduga telah memberikan izin kepada tiga perkebunan kelapa sawit masuk ke dalam kawasan hutan produksi (HP) yang sebagian wilayahnya masuk dalam kawasan Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) berdasarkan surat BPKH Wilayah V Kalsel dan diperkuat surat Menhut MS Ka’ban yang kemudian meminta kepada Bupati Seruyan agar mencabut izin lokasi Kharisma Unggul Centralmata Cemerlang (KUCC).

Anehnya, hanya sekitar dua minggu berselang, Menhut justru menyatakan lokasi tersebut masuk di kawasan hutan produksi yang kemudian mengeluarkan izin pelepasan untuk KUCC. Padahal, kawasan TNTP itu belum diubah sebagai kawasan hutan produksi yang bisa dikonversi (HPK). Perubahan sikap Menhut ini menunjukkan indikasi adanya permainan untuk mendapatkan keuntungan.

Tindakan itu, kata Rio, dikategorikan menyalahi kewenangan dan memperkaya diri sendiri atau keluarga. Melanggar Surat Menteri Kehutanan No. S.590/Menhut‐VII/2005 tanggal 10 Oktober 2005 tentang kegiatan usaha perkebunan serta Surat Menteri Kehutanan No. S.255/Menhut‐II/07 tanggal 13 April 2007 tentang pemanfaatan Areal Kawasan Hutan.

Dalam surat itu, Menhut menyatakan agar Bupati Seruyan tidak memberikan izin kepada 23 perusahaan perkebunan tersebut untuk melakukan aktivitas di lapangan sebelum ada Keputusan Menhut yang didasarkan atas penelitian terpadu dan tidak melakukan proses pengukuran kadastral/perolehan hak atas tanah (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebelum ada SK pelepasan dari Menteri Kehutanan, akibat dari penerbitan SK.

Bupati Seruyan setidak-tidaknya telah menimbulkan kerugian bagi Negara dalam bentuk hilangnya potensi penghasilan negara atau daerah dari hasil hutan, merusak ekosistem dan lingkungan, merugikan negara karena negara harus melakukan reboisasi dan penghijauan hutan. Atas fakta ini, Walhi menduga Darwan Ali telah menyalahgunakan kewenangan untuk menguntungkan diri dan dapat merugikan keuangan Negara.

Senada dengan Arie, Direktur Eksekutif Save Our Borneo (SOB) Nordin menduga Darwan Ali melakukan tindak pidana korupsi dengan memperkaya diri sendiri atau kerabat ataupun orang lain dalam kasus pemberian izin perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan di Seruyan.

Bahkan Nordin menyebutkan, untuk satu izin perusahaan kelapa sawit yang dimiliki keluarga dan kroni Darwan Ali dijual ke pengusaha asal Malaysia dengan nilai mencapai Rp300 miliar hingga Rp500 miliar.

Nordin menyebutkan data yang sama, dari 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut, 16 perusahaan di antaranya milik keluarga Darwan Ali. Contohnya, PT GBSM di Desa Empa, Tanjung Baru, Jahitan dan Muara Dua, Kecamatan Seruyan Hilir, Seruyan, izin lokasinya berdasarkan SK Bupati No. 147 Tahun 2004 menyebutkan alamat perusahaan itu di Jalan Tidar I No 1, Sampit, yang merupakan rumah anak dari Darwan Ali di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur.

Kemudian, PT Eka Kaharap Itah, Direktur Utamanya--sampai tahun 2003, sebelum dilantik menjadi Bupati adalah Darwan Ali sendiri--, PT Papadaan Uluh Itah, Komisaris Utamanya--sampai tahun 2003, sebelum dilantik sebagai Bupati Seruyan adalah Darwan--, PT Pukun Mandiri Lestari, direkturnya Sudjarwanto (orang kepercayaan/ bawahan Darwan Ali).

Selain itu, PT Bulau Sawit Bajenta, direkturnya Khaeruddin Hamdat (biasa dipanggil Daeang) adalah ajudan pribadi Darwan Ali, PT Alam Sawit Permai, pimpinannya H Banda (anak dari kakak kandung Darwan Ali), PT Banua Alam Subur, direkturnya H Darlen (kakak kandung Darwan Ali).

Hubungan Dengan Wilmar

Nordin memaparkan, Wilmar International Limited adalah perusahaan raksasa yang salah satu usahanya bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit. Di Kalteng, sejarah Wilmar sesungguhnya masih dapat dikatakan baru, kalau dilihat dari kepemilikan Wilmar secara langsung dalam penguasaan perkebunan kelapa sawit, sejak Wilmar mengambil alih keseluruhan kebun-kebun kelapa sawit milik PPB Oilpalm Bhd-Malaysia.

Perjalanan buruk perkebunan kelapa sawit Wilmar tidak bisa dipisahkan dari kerja-kerja awal yang dilakukan oleh PPB Oilpalm Bhd, karena pemindahtanganan dari PPB Oilpalm Bhd kepada Wilmar International Limited merupakan merger dan penggabungan modal saja. PPB Oilpalm Bhd sebelum merger dengan Wilmar telah memiliki 18 unit PBS di Kabupaten Seruyan dan Kotim dengan luas sekitar 288 ribu hektar

Nordin mengatakan, sebanyak 20 dari 50 izin perusahaan kelapa sawit yang telah dikeluarkan Pemkab Seruyan, hingga saat ini belum operasional karena terkendala izin pelepasan kawasan oleh Menhut yang belum keluar. Luas areal 50 izin perusahaan kelapa sawit tersebut diperkirakan mencapai 800 ribu hektar, sedangkan 30 perusahaan mencapai 250 ribu hektar. (str/anr)

Seluas 8.050 Hektare Hutan Kalimantan Tengah Akan Direhabilitasi

Kepala Perencanaan Pembangunan Hutan (Renbanghut), Regional Kalimantan, TB Unu Nitibaskara mengatakan, pada 2010 ini terdapat 8.050 hektar kawasan hutan Kalimantan Tengah (Kalteng) akan direhabilitasi.

"Di Kalteng pada tahun 2010 ini terdapat 8.050 hektar kawasan hutan yang akan direhabilitasi. Namun kawasan tersebut harus lebih dulu dipetakan secara baik, sehingga memudahkan monitoring dan pengawasan," katanya, kemarin.

Dinas Kehutanan seluruh Kalimantan yang bekerja dalam program rehabilitasi hutan, diminta tak hanya berdasarkan pada peta di atas kertas saja. Tetapi program rehabilitasi hutan yang diajukan kepada pemerintah, harus jelas lokasinya, sebab rehabilitasi kawasan hutan harus berbasis peta yang jelas.

“Selama ini katanya rehabilitasi hutan di kawasan Kalimantan belum terdeteksi dengan baik yang dikarenakan koordinat rehabilitasi yang diajukan pemerintah daerah masih belum lengkap. Namun tahun ini, program rehabilitasi hutan tersebut dipetakan sehingga lokasinya ada kejelasan," ujar Nitibaskara.

Setelah dilakukan rehabilitasi katanya, pihak Renbanghut Regional Kalimantan akan melakukan pengecekan ke lokasi kawasan hutan yang telah direhabilitasi itu.

Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng, Anung Setiadi menyatakan, rehabilitasi hutan seluas 8.050 hektar akan dilakukan pada kawasan hutan Kabupaten Kotawaring Barat dan Kotawaringin Timur yang pendanaan sepenuhnya menggunakan APBN.

Sedangkan untuk pengadaan bibit, ditanggung oleh pemerintah daerah melalui APBD kabupaten/kota masing-masing dengan mengalokasikan dana sekitar Rp 600 juta bagi pengadaan bibit tersebut.

“Bibit tersebut dibagikan kepada masyarakat sehingga yang akan melakukan penanaman untuk rehabilitasi hutan juga dilakukan oleh masyarakat. Rehabilitasi hutan yang ada di Kalteng, tidak akan mampu kalau hanya dikerjakan sendiri oleh pemerintah, tetapi harus melibatkan pihak ketiga,” sebut Anung.

Seperti beberapa waktu lalu, rehabilitasi hutan di Kalteng dibantu oleh donatur dari Amerika dan Denmark yang melakukan penanaman kawasan hutan. Cara yang dilakukan pemerintah untuk melibatkan mitra kerja dalam rehabilitasi hutan, adalah dengan mempromosikan hutan.

Salah satunya mempromosikan dampak yang diakibatkan kalau tidak ada hutan sangat berbahaya untuk kehidupan masyarakat.

Kamis, 06 Mei 2010

Walhi Kalimantan Barat Meminta Agar Ekspansi Kebun Sawit Segera Dihentikan


Direktur Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Barat (Kalbar), Blasius Hendi Chandra menegaskan, sebaiknya pemerintah daerah di Kalimantan Barat menghentikan ekspansi perkebunan sawit. Luas lahan perkebunan yang saat ini mencapai hampir 600 ribu hektar dinilai sudah cukup luas.

“Sebaiknya perluasan dihentikan dulu dan lebih difokuskan bagaimana memperbaiki kualitas kebun yang sudah ada. Pemerintah sebaiknya lebih memprioritaskan pembenahan regulasi dan menuntaskan berbagai persoalan yang muncul terkait perkebunan sawit,” katanya di Hotel Kapuas Palace, kemarin.

Sebagai contoh disebutkan, dari hasil studi Walhi di Kabupaten Ketapang beberapa waktu lalu, sedikitnya ada 400 ribu hektar lahan perkebunan sawit yang seluruhnya atau sebagian tumpang tindih dengan kawasan hutan. Belum lagi persoalan sosial yang terjadi misalnya konflik tanah.

Sampai dengan akhir 2008, Walhi mencatat sedikitnya 20 kasus konflik tanah yang mengemuka di kabupaten ini. Selain itu, ada pula perusahaan yang selama beberapa bulan tidak membayar puluhan ribu warga (kasus Benua Indah Group). “Kasus-kasus yang terjadi sangat banyak. Sebaiknya itu dulu dibenahi. Jangan sampai nanti malah menambah persoalan,” ujar dia.

Pemerintah provinsi mencadangkan lahan untuk perkebunan sawit seluas 1,5 juta hektar pada 2025. Kepala Dinas Perkebunan Kalbar, Idwar Hanis sebelumnya mengakui ada perkembangan areal perkebunan sawit di provinsi ini mengalami lompatan yang cukup tinggi. Pada akhir 2008, luas areal perkebunan sawit hanya sekitar 480 ribu hektar. Tetapi pada akhir 2009 sudah melonjak menjadi sekitar 550 ribu hektar.

Menurut Idwar, pemerintah provinsi dalam hal ini hanya bersifat memantau pemanfaatan lahan bagi peruntukan komoditas-komoditas yang diunggulkan. Apabila salah satu kabupaten atau seluruhnya cenderung mengembangkan satu komoditas saja seperti sawit, pemprov akan memberikan peringatan dan pertimbangan teknis.

“Kita hanya ingin 2015 luas sawit hanya 1,5 juta hektar. Jadi, kalau izin yang dikeluarkan kelebihan, kita akan beri warning dan pertimbangan-pertimbangan teknis,” katanya.

Setiap lima tahun, pihaknya akan melakukan review terhadap perluasan perkebunan sawit. Pemprov tak bisa banyak menyampuri kebijakan masing-masing kabupaten. Pemprov hanya bisa memberikan koridor-koridor atau format tentang pengembangan perkebunan di kabupaten, seperti target luas arealnya serta bagaimana kesesuaiannya rencana makro. Selain itu, sudah ada juga perangkat aturan (sisi normatif) yang mesti dipatuhi misalnya tentang ruang-ruang dibolehkan untuk pengembangan perkebunan dan sebagainya.

Bos Sawit Serobot Lahan Transmigran

Bos perkebunan sawit PT Bangun Jaya Alam Permai (BJAP) diduga menyerobot lahan warga transmigran di Desa Panca Jaya, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.

"Lahan warga transmigrasi yang diserobot pada areal lahan usaha (LU) 2," kata Koordinator Warga Desa Panca Jaya, Kabupaten Seruyan, Darson Kamri di Palangkaraya, Rabu (21/4/2010).

Ia mengatakan, berdasarkan keputusan bersama tim yang turun ke lapangan pada Februari 2010 dipimpin oleh Kantet Sriwaluyo dari Pemkab Seruyan, terbukti bahwa lahan pada areal LU 2 yang kini ditanami kelapa sawit itu merupakan lahan untuk transmigran Desa Panca Jaya.

Untuk itulah, 28 warga desa tersebut mendatangi Pemrov Kalteng minta upaya penyelesaian sengketa lahan. Mereka menuntut pihak perusahaan mengembalikan lahan pada areal LU 2 dan membayar ganti rugi tanam tumbuh.

Ia mengatakan, lahan yang diserobot pihak perusahaan seluas 600 hektare merupakan lahan milik 300 keluarga yang masing-masing memiliki luas lahan dua hektare. "Kami sudah menjadi warga transmigran di wilayah itu sejak tahun 1999, sedangkan perusahaan masuk wilayah kami pada tahun 2003," katanya.

Akibatnya, warga transmigran tidak dapat mengelolanya menjadi lahan pertanian sehingga saat ini hanya mengelola lahan yang ada pada lahan pekarangan. Mereka sebagian berasal dari Nusa Tenggara Timur dan lokal.

Sebelum mengadu ke kantor gubernu dan Wakil Gubernur Achmad Diran, para transmigran mendatangi DPRD Kalteng namun tidak ada satu anggota dewan pun yang sudi menemui.

Kedatangan para transmigran ini juga mendapat perhatian dari Kepala Badan Satuan Polisi Pamong Praja Kalteng, Freddy S dengan memberikan nasi bungkus sebagai sarapan. Menurut Kepala Biro Protokol Pemprov Kalteng, Kardinal Tarung, pemprov akan memfasilitasi pertemuan antara perusahaan dengan warg sebelum Pilkada 2010.

Konversi Hutan Harus Dihentikan


Gubernur , bupati dan wali kota di Provinsi Kalteng diimbau menghentikan konversi hutan. Pasalnya, kebijakan yang hanya mementingkan investor itu akan memperparah kerusakan lingkungan dan dampaknya akan dirasakan masyarakat luas.

Koordinator Save Our Borneo (SOB) Nordin mengatakan, pemerintah daerah harus mewujudkan janji mereka dalam green government policy atau kebijakan berbasis lingkungan dengan menghentikan konversi hutan.

Apalagi, Pemerintah Provinsi Kalteng ingin menjadikan daerah ini sebagai daerah yang berkomitmen tinggi menjaga kelestarian lingkungan atau green province.

Alih Fungsi Hutan Dua Juta Ha Akan Diselidiki

Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi lahan seluas 2 juta hektare (ha) kawasan hutan yang perlu diselidiki lantaran beralih fungsi menjadi usaha perkebunan dan tambang tanpa izin dari Menteri Kehutanan.

Untuk itu, pihaknya mempersilakan tim Satgas Mafia Hukum untuk berkoordinasi dengan tim terpadu kehutanan agar penegakan hukum di kawasan itu bisa ditegakkan.

Menurut Zulkifli, banyaknya perambahan kawasan hutan terjadi karena adanya pembiaran oleh pejabat daerah dan penerbitan izin tanpa proses persetujuan dari Kemenhut. Hal itu terjadi terutama sejak euforia otonomi daerah di 2004.

"Banyak juga karena kepala daerah tak paham atau pura-pura tak tahu jika seluruh kewenangan penerbitan izin usaha di dalam kawasan hutan ada di pusat," ujarnya di sela dialog dengan Satgas Mafia Hukum di kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Rabu (28/9).

Menurut dia, aksi pembiaran perambahan hutan tanpa penindakan hukum ini akan semakin mengurangi luasan hutan perawan atau primer di Indonesia yang kini tinggal 43 juta ha. Adapun total kawasan hutan seluas 132 juta ha. "Laporan ini bisa ditindaklanjuti Satgas untuk bersama-sama kami tim terpadu kami menyelidikinya," ujarnya.

Dari total seluas dua juta ha itu, satu juta ha berada di Kalimantan Tengah. Di sana, saat ini sudah ada tiga perusahaan tambang besar asal Thailand yang diduga melakukan perambahan untuk diteruskan ke proses penyidikan tim gabungan.
Sedang satu juta ha sisanya tersebar di Sumatra dan seluruh Kalimantan.

Di Sumatra Utara sendiri, seluas 5.000 ha hutan beralih fungsi menjadi kebun sawit. Ada 16 perusahaan tambang dan perkebunan di sana yang teridentifikasi diduga merambah hutan tanpa izin.

"Lima pelakunya akan di serahkan ke Mabes Polri, semuanya pengusaha besar, bukan rakyat," jelas Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori. Sementara di Kalimantan Timur, telah teridentifikasi 150 perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin.

Menurut Darori, akibat perambahan hutan hingga dua juta ha tanpa izin itu, negara telah dirugikan sedikitnya Rp32 triliun. Jumlah itu didapat dari potensi pendapatan Dana Reboisasi (DR) yang hilang untuk hasil kayu sebesar 100 meter kubik per ha. Adapun DR saat ini ditentukan sebesar US$16 per meter kubik.

Menurut dia, indikasi pembiaran perambahan hutan oleh kepala daerah ini bisa terlihat dari belum ada laporan balasan satupun yang dikirimkan gubernur atau bupati/walikota terkait surat edaran Menhut per Februari 2010 lalu mengenai laporan perambahan hutan di masing-masing daerah.

Padahal, dalam surat disebutkan bahwa maksimal dua bulan sejak surat diterima yang bersangkutan, Kemenhut harus sudah menerima balasannya. "Mungkin gubernur belum dilaporin bupatinya, sedang bupatinya sendiri takut kalau ketahuan menjadi pelanggarnya sendiri. Surat edaran ini kan juga dibuat dengan tembusan hingga KPK dan kejaksaan," ujarnya.

Darori mengatakan, terkait tidak adanya tanggapan ini, pihaknya akan segera memanggil seluruh kepala daerah baik tingkat I dan II dalam waktu dekat untuk melakukan pemaparan terkait adanya dugaan pelanggaran kawasan hutan di wilayahnya masing-masing.

"Kita sudah hubungi gubernur lewat telpon untuk lakukan ekspose, mereka belum bisa karena bupatinya belum beri laporan," katanya.

Menurut Menhut, terjunnya satgas ke daerah-daerah akan menajamkan hasil penyelidikan yang dilakukan tim terpadu Kemenhut. Bahkan, dia meminta tim terpadu dan satgas bisa intens berkoordinasi setiap minggunya untuk saling menajamkan hasil-hasil temuan.

Sebab, ujarnya, hasil penindakan di lapangan menunjukkan kuatnya indikasi adanya mafia-mafia kehutanan di lapangan. Musuh pemerintah dalam illegal logging pun berasal dari pemodal kuat yang memiliki kuasa untuk menembus banyak pihak.

Indikasi praktik mafia ini dicontohkannya dari laporan penyelesaian hukum yang dilakukan Kemenhut. Selama 10 tahun terakhir, baru satu kasus kelas kakap kehutanan yang tuntas. Hasil penyidikan di kejaksaan pun mencatat, dari total 96 kasus kehutanan, 49 di antaranya pemerintah dinyatakan kalah.

"Sisanya, pelaku dijatuhi vonis hukuman rendah dengan hukuman penjara 1-2 tahun.

Menanggapi hal itu, Ketua Tim Satgas Kuntoro Mangkusubroto mengusulkan agar timnya bisa terjun ke daerah-daerah. Hal itu agar timnya ini bisa segera memeriksa dan memverifikasi laporan yang sudah diterima seperti adanya pelanggaran kawasan yang disebutkan menhut.

Selain itu, dia juga meminta Kemenhut untuk menyelesaikan tata batas dan pengukuhan kawasan hutan yang masih menjadi pekerjaan rumah Kemenhut. Menhut juga dipandang perlu untuk membentuk suatu tim khusus untuk menyelidiki proses izin-izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di hutan alam yang sudah diterbitkan.

"Kami juga terbuka atas masukan dan temuan-temuan dari masyarakat yang mengetahui masalah di sektor kehutanan ini. Ini untuk meningkatkan transparansi tim,"

Lahan Kritis di Kalteng Capai 5,3 Juta Hektare

Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang menyatakan lahan kritis di wilayahnya tahun 2009 mencapai 5,3 juta hektare, sehingga menimbulkan masalah banjir dan kebakaran hutan dan lahan.

"Usaha rehabilitasi lahan kritis telah dilakukan terus menerus melalui berbagai program, namun hasilnya masih belum menggembirakan karena banyak kegiatan yang mengalami kegagalan," kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Palangkaraya, Rabu (28/4).

Ia mengatakan berdasarkan data dari Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Kahayan dan BP-DAS Barito bahwa pada kawasan hutan yang telah mengalami deforestasi dan degradasi sehingga menimbulkan lahan sangat kritis dan kritis tahun 2009 seluas 5,3 juta hektare.

Lahan kritis tersebut dengan rincian wilayah BP-DAS Kahayan seluas 4,133 juta hektare dan wilayah BP-DAS Barito 1,2 juta hektare. Dampak dari lahan kritis yang sangat luas tersebut telah menimbulkan masalah banjir dan masalah kebakaran hutan dan lahan yang selalu mengancam setiap tahun.

Teras Narang juga mengatakan lahan gambut di Kalteng telah mengalami degradasi atau kerusakan mencapai seluas 1,5 juta hektare terutama dikawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) akibat pengelolaan yang kurang bijaksana telah menyebabkan masalah besar, tidak hanya bagi Kalteng tetapi juga bagi bangsa Indonesia.

Banyaknya penebangan liar dan terbukanya lahan gambut secara tidak terkendali menyebabkan kerusakan hutan dan ekosistem serta meluasnya lahan kritis, kemudian pembuatan kanal pada areal PLG telah menyebabkan turunnya permukaan air tanah sehingga gambut akan menjadi kering saat musim kemarau, mudah terbakar dan sulit dipadamkan jika telah terbakar.

Sejak tahun 1982 katanya, kebakaran hampir selalu terjadi setiap tahun telah menimbulkan dampak luar biasa seperti terjadinya kabut asap yang menyelimuti seluruh wilayah Kalimantan bahkan menyebar hingga ke wilayah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Dampak lainnya terganggunya kesehatan masyarakat, terganggunya pendidikan, transportasi, ekonomi serta musnahnya keanekaragaman hayati. "Bahkan Indonesia diancam akan diajukan ke Mahkamah Internasional PBB karena kabut asap yang dikirim dari Indonesia sudah menggangu negara tetangga Singapura dan Malaysia," katanya.

Pertemuan puncak perubahan iklim ang berlangsung di Kopenhagen pada Desember 2008 yang lalu telah menghasilkan apa yang disebut Copenhagen Accord (CA). Walaupun CA tidak merupakan perjanjian yang mengikat bagi para pihak, namun pemerintah Indonesia dengan berbagai pertimbangan politis dan substanstif telah menyatakan untuk berasosiaisi dengan CA.

Sejalan dengan itu, katanya, Presiden SBY telah mengumpulkan para gubernur di seluruh Indonesia pada 3-4 Februari 2010 yang antara lain menyampaikan keputusan politik Indonesia untuk berasosiasi dengan CA dan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

"Rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca inilah yang kemudian perlu diterjemahkan ke dalam aksi kongkret di daerah masing-masing, "

Aneh, Lahan Transmigrasi Diklaim Perusahaan Sawit

Aneh, Lahan Transmigrasi Diklaim Perusahaan Sawit

Rabu, 5 Mei 2010
PALANGKARAYA, RABU - Kasus sengketa lahan antara warga transmigrasi di Desa Panca Jaya Kecamatan Seruyan Tengah Kabupaten Seruyan, Kalteng dengan perusahaan perkebunan sawit PT BJAP mendapat sorotan aktivis lingkungan.

Mereka bingung jika benar lahan milik warga itu merupakan lahan usaha dua yang diberikan pemerintah, kemudian diklaim oleh perusahaan.

Koordinator Save Our Borneo, Nordin mengatakan, lahan usaha milik warga adalah pemberian pemerintah dan telah ditetapkan sejak lama. Karena itu aneh jika ada perusahaan sawit yang mengklaim lahan seluas 600 hektare itu.

Jika ternyata dalam izin yang dimiliki perusahaan ternyata memang termasuk areal yang disengketakan, maka berarti pemerintah daerah harus bertanggungjawab. Pemerintah harusnya turun ke lapangan sehingga tidak sampai terjadi tumpang tindih.

Nordin menuntut agar pemerintah daerah segera menyelesaikan masalah tersebut. Pemerintah tidak boleh mengorbankan rakyat hanya demi investasi. Seperti diketahui, 30 warga setempat mengadukan masalah itu ke DPRD Provinsi Kalteng.