Kamis, 06 Mei 2010

Alih Fungsi Hutan Dua Juta Ha Akan Diselidiki

Kementerian Kehutanan telah mengidentifikasi lahan seluas 2 juta hektare (ha) kawasan hutan yang perlu diselidiki lantaran beralih fungsi menjadi usaha perkebunan dan tambang tanpa izin dari Menteri Kehutanan.

Untuk itu, pihaknya mempersilakan tim Satgas Mafia Hukum untuk berkoordinasi dengan tim terpadu kehutanan agar penegakan hukum di kawasan itu bisa ditegakkan.

Menurut Zulkifli, banyaknya perambahan kawasan hutan terjadi karena adanya pembiaran oleh pejabat daerah dan penerbitan izin tanpa proses persetujuan dari Kemenhut. Hal itu terjadi terutama sejak euforia otonomi daerah di 2004.

"Banyak juga karena kepala daerah tak paham atau pura-pura tak tahu jika seluruh kewenangan penerbitan izin usaha di dalam kawasan hutan ada di pusat," ujarnya di sela dialog dengan Satgas Mafia Hukum di kantor Kementerian Kehutanan, Jakarta, Rabu (28/9).

Menurut dia, aksi pembiaran perambahan hutan tanpa penindakan hukum ini akan semakin mengurangi luasan hutan perawan atau primer di Indonesia yang kini tinggal 43 juta ha. Adapun total kawasan hutan seluas 132 juta ha. "Laporan ini bisa ditindaklanjuti Satgas untuk bersama-sama kami tim terpadu kami menyelidikinya," ujarnya.

Dari total seluas dua juta ha itu, satu juta ha berada di Kalimantan Tengah. Di sana, saat ini sudah ada tiga perusahaan tambang besar asal Thailand yang diduga melakukan perambahan untuk diteruskan ke proses penyidikan tim gabungan.
Sedang satu juta ha sisanya tersebar di Sumatra dan seluruh Kalimantan.

Di Sumatra Utara sendiri, seluas 5.000 ha hutan beralih fungsi menjadi kebun sawit. Ada 16 perusahaan tambang dan perkebunan di sana yang teridentifikasi diduga merambah hutan tanpa izin.

"Lima pelakunya akan di serahkan ke Mabes Polri, semuanya pengusaha besar, bukan rakyat," jelas Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Darori. Sementara di Kalimantan Timur, telah teridentifikasi 150 perusahaan tambang yang beroperasi tanpa izin.

Menurut Darori, akibat perambahan hutan hingga dua juta ha tanpa izin itu, negara telah dirugikan sedikitnya Rp32 triliun. Jumlah itu didapat dari potensi pendapatan Dana Reboisasi (DR) yang hilang untuk hasil kayu sebesar 100 meter kubik per ha. Adapun DR saat ini ditentukan sebesar US$16 per meter kubik.

Menurut dia, indikasi pembiaran perambahan hutan oleh kepala daerah ini bisa terlihat dari belum ada laporan balasan satupun yang dikirimkan gubernur atau bupati/walikota terkait surat edaran Menhut per Februari 2010 lalu mengenai laporan perambahan hutan di masing-masing daerah.

Padahal, dalam surat disebutkan bahwa maksimal dua bulan sejak surat diterima yang bersangkutan, Kemenhut harus sudah menerima balasannya. "Mungkin gubernur belum dilaporin bupatinya, sedang bupatinya sendiri takut kalau ketahuan menjadi pelanggarnya sendiri. Surat edaran ini kan juga dibuat dengan tembusan hingga KPK dan kejaksaan," ujarnya.

Darori mengatakan, terkait tidak adanya tanggapan ini, pihaknya akan segera memanggil seluruh kepala daerah baik tingkat I dan II dalam waktu dekat untuk melakukan pemaparan terkait adanya dugaan pelanggaran kawasan hutan di wilayahnya masing-masing.

"Kita sudah hubungi gubernur lewat telpon untuk lakukan ekspose, mereka belum bisa karena bupatinya belum beri laporan," katanya.

Menurut Menhut, terjunnya satgas ke daerah-daerah akan menajamkan hasil penyelidikan yang dilakukan tim terpadu Kemenhut. Bahkan, dia meminta tim terpadu dan satgas bisa intens berkoordinasi setiap minggunya untuk saling menajamkan hasil-hasil temuan.

Sebab, ujarnya, hasil penindakan di lapangan menunjukkan kuatnya indikasi adanya mafia-mafia kehutanan di lapangan. Musuh pemerintah dalam illegal logging pun berasal dari pemodal kuat yang memiliki kuasa untuk menembus banyak pihak.

Indikasi praktik mafia ini dicontohkannya dari laporan penyelesaian hukum yang dilakukan Kemenhut. Selama 10 tahun terakhir, baru satu kasus kelas kakap kehutanan yang tuntas. Hasil penyidikan di kejaksaan pun mencatat, dari total 96 kasus kehutanan, 49 di antaranya pemerintah dinyatakan kalah.

"Sisanya, pelaku dijatuhi vonis hukuman rendah dengan hukuman penjara 1-2 tahun.

Menanggapi hal itu, Ketua Tim Satgas Kuntoro Mangkusubroto mengusulkan agar timnya bisa terjun ke daerah-daerah. Hal itu agar timnya ini bisa segera memeriksa dan memverifikasi laporan yang sudah diterima seperti adanya pelanggaran kawasan yang disebutkan menhut.

Selain itu, dia juga meminta Kemenhut untuk menyelesaikan tata batas dan pengukuhan kawasan hutan yang masih menjadi pekerjaan rumah Kemenhut. Menhut juga dipandang perlu untuk membentuk suatu tim khusus untuk menyelidiki proses izin-izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di hutan alam yang sudah diterbitkan.

"Kami juga terbuka atas masukan dan temuan-temuan dari masyarakat yang mengetahui masalah di sektor kehutanan ini. Ini untuk meningkatkan transparansi tim,"

Tidak ada komentar: