Kamis, 06 Mei 2010

Lahan Kritis di Kalteng Capai 5,3 Juta Hektare

Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng) Agustin Teras Narang menyatakan lahan kritis di wilayahnya tahun 2009 mencapai 5,3 juta hektare, sehingga menimbulkan masalah banjir dan kebakaran hutan dan lahan.

"Usaha rehabilitasi lahan kritis telah dilakukan terus menerus melalui berbagai program, namun hasilnya masih belum menggembirakan karena banyak kegiatan yang mengalami kegagalan," kata Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Palangkaraya, Rabu (28/4).

Ia mengatakan berdasarkan data dari Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai (BP-DAS) Kahayan dan BP-DAS Barito bahwa pada kawasan hutan yang telah mengalami deforestasi dan degradasi sehingga menimbulkan lahan sangat kritis dan kritis tahun 2009 seluas 5,3 juta hektare.

Lahan kritis tersebut dengan rincian wilayah BP-DAS Kahayan seluas 4,133 juta hektare dan wilayah BP-DAS Barito 1,2 juta hektare. Dampak dari lahan kritis yang sangat luas tersebut telah menimbulkan masalah banjir dan masalah kebakaran hutan dan lahan yang selalu mengancam setiap tahun.

Teras Narang juga mengatakan lahan gambut di Kalteng telah mengalami degradasi atau kerusakan mencapai seluas 1,5 juta hektare terutama dikawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) akibat pengelolaan yang kurang bijaksana telah menyebabkan masalah besar, tidak hanya bagi Kalteng tetapi juga bagi bangsa Indonesia.

Banyaknya penebangan liar dan terbukanya lahan gambut secara tidak terkendali menyebabkan kerusakan hutan dan ekosistem serta meluasnya lahan kritis, kemudian pembuatan kanal pada areal PLG telah menyebabkan turunnya permukaan air tanah sehingga gambut akan menjadi kering saat musim kemarau, mudah terbakar dan sulit dipadamkan jika telah terbakar.

Sejak tahun 1982 katanya, kebakaran hampir selalu terjadi setiap tahun telah menimbulkan dampak luar biasa seperti terjadinya kabut asap yang menyelimuti seluruh wilayah Kalimantan bahkan menyebar hingga ke wilayah negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.

Dampak lainnya terganggunya kesehatan masyarakat, terganggunya pendidikan, transportasi, ekonomi serta musnahnya keanekaragaman hayati. "Bahkan Indonesia diancam akan diajukan ke Mahkamah Internasional PBB karena kabut asap yang dikirim dari Indonesia sudah menggangu negara tetangga Singapura dan Malaysia," katanya.

Pertemuan puncak perubahan iklim ang berlangsung di Kopenhagen pada Desember 2008 yang lalu telah menghasilkan apa yang disebut Copenhagen Accord (CA). Walaupun CA tidak merupakan perjanjian yang mengikat bagi para pihak, namun pemerintah Indonesia dengan berbagai pertimbangan politis dan substanstif telah menyatakan untuk berasosiaisi dengan CA.

Sejalan dengan itu, katanya, Presiden SBY telah mengumpulkan para gubernur di seluruh Indonesia pada 3-4 Februari 2010 yang antara lain menyampaikan keputusan politik Indonesia untuk berasosiasi dengan CA dan Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca.

"Rencana aksi nasional penurunan emisi gas rumah kaca inilah yang kemudian perlu diterjemahkan ke dalam aksi kongkret di daerah masing-masing, "

Tidak ada komentar: